Sumber gambar: panorama desa Gadu poncomuliya, Pati, Jawa tengah. Ketika musim hujan
Kekerasan dalam kontek perjanjian lama banyak dikutip dalam sepanjang penulisan perjanjian lama praktik kekerasan banyak tertuang seperti kain dan Habel menjadi sebuah gambaran kekejaman persaingan antara kakak dan adik dalam menyenangkan hati YAHWEH seterusnya banyak narasi tentang perang dan genosida yang dilakukan bangsa Israel dalam penaklukan suku-suku Kanaan dan sekitarnya seperti Het, Amori, Feris, Hewi dan Yebus. Perang tersebut didasari dari perintah Allah supaya bangsa yang iya pilih (Israel) supaya bangsa tersebut tidak mengikuti praktik-praktik keagamaan bangsa lain.
Narasi perang juga diperkuat sebagai bangsa yang pada awalnya menganut faham theokrasi tersebut menggambarkan sosok YHWH sebagai divine warrior (raja yang terlibat langsung dalam peperangan). Narasi tersebut diperkuat dengan adanya YHWH sebagai sosok yang memiliki kemuliaan, jaya dan perkasa dalam peperangan (Mazmur 24:8). Panglima damai (Yesaya 9:5-6) dalam banyak kasus praktik peperangan menjadi bentuk peluasan tempat dan juga penahklukan daerah dimana dalam perang dimungkinkan untuk merampas harta benda, yang selamat menjadi tawanan perang dalam pembuangan, dan berhak menduduki wilayah yang mereka diami. Praktek genosida yang di perintahkan YHWH sebagai bentuk moralitas perang untuk mempertahankan diri dan menegakkan kedaulatan teritorial.
Pemahaman perang yang melibatkan YHWH juga dianggap sebagai holly war (perang suci) yang dikemudian hari diadopsi sebagai perang yang mengatasnamakan agama, hal ini berbanding terbalik dengan maksud dan tujuan dalam kitab perjanjian lama karena dalam penyusunan kanon perjanjian lama teks-teks tersebut di tulis pasca pembuangan dimana tujuan penulisan kitab perjanjian lama seperti kitab Yosua yang berisi banyak teks-teks penahklukan. Pemaknaan YHWH sebagai yang terlibat langsung dalam peperang menyiratkan kembali makna dari YHWH yang selalu berperan aktif membantu bangsa tersebut, tujuan sebenarnya dari teks-teks atau narasi perang itu bertujuan untuk membangkitkan lagi bangsa yang mengalami trauma pasca penahklukan dan kembali kepada praktik-praktik keagamaan yang diindahkan oleh YHWH.
Nariasi-narasi lain berbicara tentang hakim-hakim merupakan pembahasan yang erat hubungannya dengan pemulihan kembali dimana manusia harus menyelesaikan masalahnya sendiri problematika dalam kitab hakim-hakim adalah pembalasan akan kejadian yang menimpa mereka, seperti halnya yang kita ketahui melalui penahklukan Kanaan sebutulnya bangsa Israel menjadi penjajahan atas bangsa tersebut dan dalam perang tersebut Israel, ada indikasi balas dendam atas penahklukan. Sehingga kebencian demi kebencian hanya bisa diselesaikan melalu penyelesaian pribadi.
Sikap bijak dalam menghayati teks-teks perjanjian lama adalah bagaimana kita mencari makna sesungguhnya dalam tujuan sejarah Alkitab itu di tulis, dalam hal ini erat kaitannya teks-teks perang menjadi pembelajaran bagi umat pasca pembuangan adalah berkaca dari narasi-narasi dalam kitab perjanjian lama dimana makna perang bukan sebagai perang fisik tetapi perang perdamaian "war piece" dimana pengupayaan perdamaian dilakukan untuk mengobati terauma yang terjadi serta menjadi penyemangat pasca pembuangan, untuk dapat bangkit dan tidak mengulangi apa yang terjadi. Seperti hanya peperangan melahirkan dendam dan lingkaran pembalasan yang tak akan berakhir.
