Translate

Minggu, 27 Juli 2025

Praktik demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) pada Konteks global dan di Indonesia

 BAB II

PRAKTIK DEMOKRASI DAN HAK ASASI MANUSIA PADA KONTEKS GLOBAL DAN DI INDONESIA

(Bilangan 35:9-34; Mazmur 133)


Tujuan Pembelajaran :

  1. Menjelaskan cara mewujudkan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. 
  2. Mendiskusikan bagian Alkitab yang menulis tentang demokrasi dan hak asasi manusia.
  3. Menceritakan praktik demokrasi dan HAM pada konteks global dan lokal.
  4. Mendata berbagai permasalahan yang berkaitan dengan praktik demokrasi dan HAM di Indonesia. 
  5. Menjelaskan tugas dan tanggung jawab remaja Kristen dalam mewujudkan demokrasi dan hak asasi manusia.
  6. Membuat karya sebagai wujud kepedulian terhadap demokrasi dan HAM.
  7. Melakukan kegiatan sebagai bukti peduli demokrasi dan HAM


Pengantar

        Pelajaran ini membimbing kamu untuk mempelajari fakta mengenai praktik pelaksanaan demokrasi dan HAM di dunia dan di Indonesia. Ada banyak kenyataan yang harus dibuka dalam membahas mengenai praktik demokrasi dan HAM. Pembahasan ini tidak bertujuan menyudutkan para pemimpin ataupun kelompok lainnya. Sebagai generasi muda, kamu perlu mengetahui secara transparan seperti apakah wajah demokrasi dan HAM di dunia dan di Indonesia dengan demikian kamu tergerak untuk selalu menghargai dan melaksanakan demokrasi dan HAM. Dalam cara yang paling sederhana dimulai dari lingkungan keluarga dan sekolah, yaitu hidup dalam suasana damai, menghargai dan menghormati diri sendiri dan orang lain

        HAM merupakan hak yang dimiliki oleh setiap orang sebagai manusia makluk ciptaan Allah. Hak yang paling mendasar adalah hak untuk hidup. Hanya Tuhanlah pemberi kehidupan dan Dia jugalah yang berhak mengambil kehidupan itu. Dalam kenyataannya, masih banyak orang yang belum menyadari dirinya memiliki hak yang tidak dapat dilanggar ataupun diambil oleh orang lain. Bukan hanya manusia sebagai individu, bahkan institusi atau lembaga negarapun dapat melanggar HAM warga negaranya ketika Negara tidak dapat menjamin terpenuhinya HAM warga Negara sebagai individu maupun kelompok. Pembahasan mengenai HAM tidak dimaksudkan mengambil alih isi mata pelajaran PKN justru memperkuat pembahasan HAM dalam mata pelajaran lainnya.

        Dalam kehidup sehari-hari terkadang sadar ataupun tidak kita melakukan tindakan yang menjurus kearah pelanggaran terhadap hak asasi seseorang. Berita-berita yang tersebar di media massa baik cetak maupun elektronik telah menggambarkan berbagai peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh remaja terhadap teman maupun orang lain bahkan sampai kehilangan nyawa. Oleh karena itu, pembahasan mengenai HAM dapat memberikan pencerahan kepada peserta didik untuk terpanggil menghargai demokrasi dan HAM sesama dan memperjuangkan HAM bagi diri sendiri dan orang lain.

Kaitan Antara Demokrasi dan HAM

HAM hanya akan terlaksana dalam pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan yang demokratis akan menjadi wahana bagi tegaknya HAM dalam kehidupan semua warga negara. Dengan kata lain diterimanya demokrasi secara luas jelas memperkuat upaya pelaksanaan HAM. Esensi dari demokrasi sebagaimana yang diperjuangkan sejak revolusi Perancis 1789 adalah kebebasan dan persamaan. Kebebasan dan persamaan ini merupakan entry-point dalam setiap wacana atau diskursus tentang upaya penegakan HAM baik di tingkat domestik maupun global. Puncak hubungan antara demokrasi dengan upaya penegakan HAM terjadi dalam Konferensi Hak Asasi Manusia yang berlangsung di Wina tahun 1993. Dalam Deklarasi Wina inilah untuk pertamakalinya demokrasi dan HAM dinyatakan secara eskplisit sebagai dua aspek yang saling bergantung dan memperkuat. Dalam tataran empiris hubungan antara demokrasi dengan HAM dapat dicermati melalui praktik penyelenggaraan negara oleh pemerintahnya. Beberapa indikator penjelas adanya penegakan HAM dalam suatu pemerintahan adalah sebagai berikut : 

  1. Kebebasan berpendapat dan berkumpul dijamin oleh negara.
  2. Kebebasan politik dalam memilih dan dipilih termasuk partisipasi politik.
  3. Pers yang bebas dan tidak dikekang.
  4. Kebebasan beragama.
  5. Kebebasan untuk hidup.

Demokrasi dan Hak Asasi Manusia pada Konteks Global

        Kesadaran akan HAM berawal dari lahirnya magna carta pada tahun 1215 di Inggris. Sebuah piagam yang dikeluarkan di Inggris guna membatasi monarki kekuasaan absolut sejak masa raja John. Magna Carta dianggap sebagai lambang perjuangan hak-hak asasi manusia. Menyusul lahirnya bill of rights di inggris pada tahun 1689, yaitu undang-undang yang dicetuskan dan diterima oleh parlemen inggris yang isinya mengatur tentang kebebasan memilih dan mengeluarkan pendapat. UU ini dipercaya mendorong lahirnya negara-negara demokrasi, persamaan hak asasi, dan kebebasan. Pada perkembangan kemudian, di Amerika lahir declaration of independent yang mepertegas bahwa kemerdekaan itu ialah hak sejak manusia lahir, sehingga tidak logis apabila setelah lahir ia terbelenggu. 

        Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah the french declaration (deklarasi prancis), di mana hak-hak lebih rinci dilahirkan dari dasar the rule of law. Hak-hak ini dikenal dengan liberte (kebebasan), egalite (kesamaan), fraternite (persaudaraan).

        Pada tanggal 6 januari 1941, presiden Amerika serikat F.D Roosevelt berpidato di depan kongres Amerika dan mengemukakan 4 kebebasan yang dikenal dengan the four freedom, yaitu : bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat (freedom of speech and expression), bebas memilih agama (freedom of religion), bebas dari rasa takut (freedom from fear), dan bebas dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want). Pada saat pidato tersebut disampaikan, masyarakat dunia berada dalam bayang-bayang kehancuran karena Perang Dunia II sudah di ambang pintu. Ada beberapa peristiwa menyedihkan yang terjadi, yaitu Perang Dunia II yang membunuh cukup banyak umat manusia serta menghancurkan berbagai tempat di dunia. Pembantaian etnis Yahudi oleh Jerman Nazi di bawah pemerintahan Adolf Hitler. Perang Dunia II telah meninggalkan bekas-bekas yang pahit bagi sejarah umat manusia, yaitu penghancuran terhadap tatanan masyarakat serta pelanggaran besar-besaran terhadap Hak Asasi Manusia. Belajar dari kepahitan itu, pada tahun 1948 bangsa-bangsa di dunia sepakat untuk memberlakukan Deklarasi Universa Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Kesepakatan itu ditandatangani oleh semua negara anggota PBB di New York pada tahun 1948.

Dari semua rangkaian pengakuan hak asasi manusia di atas, tepatnya setelah perang dunia II, yaitu pada tahun 1948 PBB melahirkan rumusan HAM yang kemudian dikenal dengan the universal declaration of human rights. Piagam Hak-hak Asasi Manusia tersebut berisi 30 pasal di antaranya mencantumkan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk hidup, kemerdekaan dan keamanan badan, diakui kepribadiannya, memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum, masuk dan keluar wilayah suatu negara, mendapatkan asylum, mendapatkan suatu kebangsaan, bebas memeluk agama, mengeluarkan pendapat.

Hak asasi manusia adalah komponen yang integral dari kekuatan politik, ekonomi, dan budaya dalam globalisasi. Perlindungan Hak Asasi Manusia tidak lagi dipandang sebagai isu nasional, tapi juga lingkup global. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap ekspansi dan komitmen dalam agenda-agenda global hak asasi manusia, yaitu pembentukan institusi global yang peduli terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia.

        Semakin diterimanya hak interdependen dan indivisibility, dimana pelanggaran hak asasi dalam suatu negara akan berimplikasi terhadap orang di negara lain. Penekanan terhadap penegakan demokrasi yang dianggap penting untuk mewujudkan perdamaian internasional. Pandangan bahwa kepedulian terhadap HAM difasilitasi oleh perkembangan ekonomi yang berbasis pasar.

        Konsep Hak Asasi Manusia secara signifikan semakin dikuatkan dengan kemunculan NGO (Non Governmental Organization) multilateral yang peduli terhadap penegakan Hak Asasi Manusia. Contohnya adalah Amnesty International, Human Rights Watch, dan institusi internasional yang berbasis pada Hak Asasi Manusia seperti International Criminal Court dan United States Commission on Human Right. Peran institusi dan NGO dalam penegakan Hak Asasi Manusia tidak dapat dipungkiri justru lebih signifikan dibandingkan peran negara, misalnya Human Rights Watch (HRW). HRWadalah organisasi hak asasi manusia non pemerintahan yang nonprofit. HRW memiliki staf sebanyak lebih dari 275 di seluruh dunia yang mereka sebut sebagai defender yang memiliki keahlian di bidang masing-masing seperti pengacara, jurnalis, akademisi dari berbagai studi dan kebangsaan. HRW, yang didirikan pada tahun 1978, terkenal dengan penemuan fakta yang akurat, laporan yang nonparsial, penggunaan efektif terhadap media, dan memiliki target advokasi. Setiap tahunnya, HRW mempublikasikan lebih dari 100 laporan tentang kondisi hak asasi manusia di berbagai negara. HRW mengadakan pertemuan dengan pemerintah negara yang bersangkutan, PBB, kelompok regional seperti Uni Afrika atau Uni Eropa, institusi finansial, dan perusahaan untuk menekan agar terjadi perubahan kebijakan yang membantu penegakan hak asasi manusia dan keadilan di seluruh dunia.

Negara-negara barat seperti Amerika dan Inggris sejak dulu telah menerapkan pemerintahan demokrasi dan pemenuhan hak asasi warga negaranya. Negara-negara yang dulunya dijajah oleh imperialis harus berjuang keras untuk mewujudkan demokrasi dan HAM. Masih banyak kelompok masyarakat di negara-negara tertentu yang menerima perlakuan diskriminatif. Di beberapa negara ada tokoh-tokoh tertentu yang mempelopori perjuangan demokrasi dan HAM. Sebut saja, Marthin Luther King Junior di Amerika Serikat, Aung San Syu Ki di Mianmar dan tokoh fenomenal dari Afrika Selatan, Nelson Mandela.

Hak Asasi Manusia di Indonesia

        Indonesia dibentuk sebagai sebuah negara yang demokratis. Hak asasi manusia diakui seperti yang tersirat dalam rumusan Pancasila. Sila kedua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” sebenarnya sudah mencakup ayat-ayat yang berkaitan dengan hak asasi manusia yang diangkat oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

        Namun sekadar pernyataan bahwa negara Indonesia berdiri di atas dasar negara Pancasila dan dipandu oleh UUD 1945 tidak dengan sendirinya menjamin perwujudan hak asasi manusia. HAM tidak dapat terwujud secara otomatis namun melalui sebuah proses yang panjang dalam pembelajaran, pembiasaan serta penghayatan. Pelajari berita dibawah ini, kemudian buatlah catatan kritis terhadap berita ini dan kaitkan dengan HAM.

Catatan HAM Indonesia Merosot selama Tahun 2019

29/05/2020

WASHINGTON DC (VOA)

Catatan HAM Indonesia selama tahun 2019, dinilai merosot oleh organisasi pemantau HAM dunia, Human Rights Watch (HRW). Sembilan isu penegakan HAM di Indonesia dipaparkan dalam laporan yang dirilis pertengahan bulan Januari 2020, termasuk kebebasan beragama, hak-hak perempuan dan anak perempuan sampai kebebasan pers di Papua.

Pemerintah enggan mengakui sepenuhnya laporan ini sebaliknya organisasi pemantau HAM di Indonesia menekankan kemunduran dan kegagalan upayaupaya penegakan HAM yang sebelumnya dijanjikan pemerintah.

Sembilan isu HAM di Indonesia yang disorot HRW adalah Kebebasan Beragama, Kebebasan Berekspresi dan Berkumpul, Hak-hak perempuan dan anak perempuan, Papua, Orientasi Seksual dan Identitas Gender, Hakhak difabel, Hak-hak Lingkungan, Hak-hak Masyarakat Adat, Sikap terhadap negara pelanggar HAM. Laporan di atas jelas menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dijalankan oleh bangsa Indonesia, supaya kita benar-benar dapat menunjukkan kerinduan kita akan sebuah negara dan bangsa yang benar-benar menjunjung tinggi HAM sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh Pancasila dan UUD 1945.

reformator utama:

Martin Luther (1483-1546):

Pemisahan Dua Kerajaan (Two Kingdoms Doctrine): Luther membedakan antara "kerajaan Allah" (pemerintahan spiritual gereja) dan "kerajaan duniawi" (pemerintahan sipil). Kedua kerajaan ini memiliki otoritasnya masing-masing yang diberikan Tuhan.

Ketaatan pada Otoritas: Luther menekankan pentingnya ketaatan kepada penguasa sipil (Roma 13). Ia melihat pemerintah sebagai alat Tuhan untuk menjaga ketertiban di dunia yang berdosa.

Bukan Pendukung Demokrasi Langsung: Luther bukanlah pendukung demokrasi dalam arti modern. Ia cenderung mendukung pemerintahan "top-down" (dari atas ke bawah) dan menolak perlawanan individu terhadap penguasa, bahkan jika penguasa itu tiran. Namun, ia juga berargumen bahwa penguasa harus bertanggung jawab kepada Tuhan dan rakyatnya.

Peran Individu: Meskipun demikian, penekanan Luther pada hati nurani individu dan akses langsung umat kepada Alkitab tanpa perantara gerejawi, secara tidak langsung mendorong gagasan tentang hak-hak individu yang menjadi penting dalam pemikiran demokrasi.

Yohanes Calvin (1509-1564):

Pemerintahan Campuran (Mixed Regime): Calvin menunjukkan preferensi untuk bentuk pemerintahan campuran, yang menggabungkan elemen aristokrasi dan "polity" (bentuk pemerintahan yang didasarkan pada partisipasi warga negara). Ia lebih kritis terhadap monarki absolut dan demokrasi murni.

Perlawanan Terhadap Tirani: Meskipun Calvin menekankan ketaatan kepada pemerintah, ia juga mengajarkan bahwa dalam keadaan tertentu, para pejabat bawahan (magistrates) yang sah dapat menolak tirani. Ini menjadi cikal bakal pemikiran tentang hak untuk melawan penindasan.

Aturan Hukum (Rule of Law): Calvin sangat mendukung prinsip aturan hukum, di mana hukum harus bertujuan untuk kebaikan bersama. Kekuasaan politik harus dibatasi oleh hukum.

Pendidikan Politik: Calvin melihat pentingnya pendidikan politik untuk menumbuhkan kewarganegaraan yang demokratis, yang memungkinkan partisipasi dan perlawanan politik yang efektif jika diperlukan.

Kontribusi pada Demokrasi Modern: Meskipun ia tidak secara eksplisit mendukung demokrasi penuh, penekanannya pada pemerintahan yang bertanggung jawab, pembatasan kekuasaan, dan partisipasi publik melalui perwakilan, seringkali dianggap sebagai kontribusi signifikan terhadap perkembangan ide-ide demokrasi modern.

Huldrych Zwingli (1484-1531):

Komunitas Kristen: Zwingli memiliki pandangan yang kuat tentang komunitas Kristen di mana gereja dan masyarakat tidak dapat dipisahkan. Ia melihat negara Kristen sebagai komunitas gereja dan politik di bawah pemerintahan Tuhan.

Ketaatan dan Pembangkangan Sipil: Zwingli percaya bahwa negara memerintah dengan sanksi ilahi, dan umat Kristen wajib menaati pemerintah. Namun, ia juga menyatakan bahwa pembangkangan sipil diizinkan jika pihak berwenang bertindak melawan kehendak Tuhan.

Preferensi Aristokrasi: Mirip dengan Calvin, Zwingli cenderung lebih menyukai aristokrasi daripada monarki atau demokrasi murni.

Perlawanan Terhadap Tirani: Zwingli juga mengembangkan gagasan tentang perlawanan terhadap tirani, di mana para tiran dapat digulingkan dari jabatannya.

Pergulatan Bangsa Indonesia di Bidang Hak Asasi Manusia

        Ketika Undang-Undang Dasar 1945 disusun, muncul perdebatan tentang tempat hak asasi manusia di dalam UUD. Moh. Hatta mengusulkan agar hak asasi manusia dimuat secara jelas di dalam UUD 1945.

        Masa Orde Baru yang menggantikan pemerintahan Soekarno, dimulai dengan peristiwa 1965 pemberontakan PKI dan penumpasan PKI yang hingga kini masih menghantui kehidupan bangsa dan menjadi topik diskusi yang belum tuntas.

        Pemerintahan Orde Baru bersifat represif. Berbagai bidang kegiatan ekonomi juga dikuasai oleh keluarga Soeharto beserta kroni-kroninya, sehingga kemudian terjadilah gerakan “Reformasi” yang dirintis oleh para mahasiswa, pemuda, dan berbagai lembaga swadaya masyarakat pada tahun 1997-1998.

        Pada akhirnya pemerintahan Orde Baru tumbang dengan mundurnya Suharto pada tanggal 28 Mei 1998. Dengan demikian, menandai era baru yang disebut masa transisi menuju Reformasi. Beberapa mahasiswa dari Universitas Trisakti dan Universitas Indonesia gugur sebagai pahlawan Reformasi.

        Di masa Orde Reformasi, pelanggaran prinsip-prinsip hak asasi manusia pun masih terjadi. Rakyat Sidoarjo, Jawa Timur yang menderita sejak 27 Mei 2006 karena luapan lumpur akibat pengeboran gas yang salah oleh PT Lapindo Brantas. Masyarakat di tiga kecamatan telah kehilangan tempat tinggal dan tanah mereka. Kesehatan dan kehidupan mereka terganggu dan bahkan rusak sama sekali. Hingga kini penanganan terhadap kasus ini belum memperoleh ketuntasan.

        Dari berbagai pembahasan di atas kita dapat melihat bahwa praktikpraktik hak asasi manusia di negara kita memang masih jauh dari yang kita idam-idamkan. Bila di masa Perjanjian Lama Allah memerintahkan Musa mendirikan kota-kota perlindungan, sehingga orang yang tidak bersalah dapat hidup dengan aman, maka di Indonesia hal itu masih jauh dari kenyataan. Banyak orang yang belum bisa menikmati hidup yang aman dengan jaminan pemerintah atas hak-hak asasi mereka. Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah berusaha keras untuk menjamin hak-hak asasi tiap warga negara namun upaya mewujudkan HAM di sebuah negara tidaklah semudah dengan membalikkan telapak tangan saja.

        Ada seorang Pendeta GKI dan Dosen STF Jakarta yang selalu setia menemani jemaat GKI Yasmin dalam memperjuangkan hak mereka untuk mendirikan rumah ibadah, Pdt.Stephen Suleeman. Beliau dikenal sebagai pejuang bagi mereka yang termarginalkan. Persoalan GKI Yasmin telah diselesaikan oleh Pemerintah dalam dialog dengan pihak gereja pada tahun 2021.

Kota Perlindungan Dalam Kitab Perjanjian Lama

        Meskipun Alkitab tidak berbicara tentang hak asasi manusia, kita dapat menemukan di sana-sini konsep-konsep yang merujuk kepada hak asasi manusia. Dalam Bilangan 35:9-34 Allah memberikan perintah kepada Musa untuk membangun “kota-kota perlndungan” agar orang yang tidak sengaja menyebabkan kematian orang lain tidak dibalas dengan dibunuh. Ia dapat melarikan diri ke kota-kota perlindungan. Jumlahnya cukup banyak, yaitu enam buah, tiga di sebelah barat sungai Yordan, dan tiga lagi di sebelah timurnya.  

        Kota-kota itu adalah Kadesh, Sikhem dan Hebron di sebelah barat, dan Golan, Ramot di Gilead, dan Bezer di sebelah timur.

        Bila seseorang membunuh atau mengakibatkan seseorang lainnya tewas, dan ia merasa tidak bersalah atau tidak sengaja telah menyebabkan kematian itu, maka ia dapat melarikan diri ke kota-kota tersebut untuk berlindung. Ia tidak akan dibunuh. Ia harus tinggal di kota itu “sampai matinya imam besar yang telah diurapi dengan minyak yang kudus.” (ay. 25) 

        Konsep ini kemudian diambil alih oleh gereja Kristen dengan menetapkan gereja sebagai tempat perlindungan. Pada tahun 511, dalam Konsili Orleans, di hadapan Raja Clovis I, setiap orang yang mencari suaka akan diberikan apabila ia berlindung di sebuah gereja, dalam gedung-gedung lain milik gereja itu, atau di rumah uskup. Perlindungan diberikan kepada orang-orang yang dituduh mencuri, membunuh, atau berzinah. Juga budak yang melarikan diri akan diberikan perlindungan, namun ia akan dikembalikan kepada tuannya bila sang tuan mau bersumpah di atas Alkitab bahwa ia tidak akan bertindak kejam.

        Pemahaman tentang “kota-kota perlindungan” seperti yang dibicarakan dalam Kitab Bilangan 35:9-34 menjamin perlakuan yang lebih adil bagi orang-orang yang terlibat dalam kasus seperti di atas.Dasar keadilan inilah yang dapat kita lihat dalam hukum modern, ketika hakim mempertimbangkan berbagai sisi dari sebuah kasus kriminalitas. 

        Sebagai contoh, ada link di internet yang memuat seorang Hakim tua yang selalu memutuskan perkara dengan adil. Hak asasi manusia dan demokrasi bertujuan memberikan perlindungan yang paling dasar kepada setiap orang, apapun juga jenis kelamin, warna kulit, agama dan keyakinan, usia, kondisi fisik dan mental, dan lain-lain.  

Refleksi

        Sebagai peserta didik SMA kelas 12 kalian dapat memberikan penilaian terhadap pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia. Sebagai remaja Kristen dan warga negara Indonesia kalian mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memantau praktik-praktik demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. Berbicaralah, bertindak dan berjuanglah demi demokrasi dan hak asasi manusia, karena semua itu adalah bagian dari tanggung jawab iman kepada Allah yang menginginkan agar kita semua hidup dalam damai dan sejahtera. Contoh paling sederhana adalah turut serta melaporkan tindakan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh seseorang. Ataupun praktik politik uang yang biasa terjadi ketika pilkada maupun pilpres. 

Sumber :

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, 2021 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas XII Penulis: Janse Belandina Non-Serrano ISBN: 978-602-244-702-3 (jil.3)

Tidak ada komentar:

RAS, ETNIS, DAN GENDER

(Kejadian 1-2; Keluaran 22:21; Lukas 10:25-36; Roma 10:12;)  Pendidikan Agama Kristen dan Budipekerti Kelas XII  Tujuan Pembelajaran  Mengan...