Sumber gambar: screenshot Vidio https://youtu.be/AUMpK8AGIFg (03. Joseph Cambell and the power of myth) 07:46.
kecenderungan seseorang untuk menyangkutpautkan dosa dengan malapetaka yang terjadi, kecenderungan ini tidak dapat dilepaskan dari persoalan tentang relasi manusia dengan Allah. Dalam pandangan-pandangan kekristenan sejak awal tidak mempersoalkan atau melihat hal yang metafisik perlu penjelasan, karena hal yang berkaitan dengan iman tidak lagi dipertanyakan, atau mempertahankan akan kebaikan Allah kepada mereka, sekalipun mereka mengalami penderitaan secara tidak adil. Sebaliknya iman memberikan pengamanan kepada mereka disaat mengalami penderitaan dan kemalangan tersebut. Adanya Kejahatan (evil) dan penderitaan (suffering) akibat penyalahgunaan kebebasan yang diterima dari Allah (Origenes 185-254 M) manusia mengeksploitasi bumi diluar batas kewajaran seperti pembukaan lahan dan perluasan pemukiman tanpa perencanaan dan perhitungan yang matang sehingga pergerakan bumi (longsor) serta daerah genangan (lokasi yang selalu terdampak banjir) menjadi persoalan kesalahan pembangunan, penanggulangan dengan pembangunan tanggul dan irigasi hanyalah bersifat sementara mencegah bencana banjir yang sifatnya jangka menengah. Ada juga pendapat dari dunia filsafat Nelson Pikes menuliskan: "jika Allah Maha-kuasa, maka ia dapat mencegah kejahatan apabila Ia menginginkan-Nya. Dan jikalau Allah adalah baik secara sempurna, maka Ia mau mencegah kejahatan jika Ia mau. Jadi, jikalau Allah ada dan Ia mahakuasa maupun baik secara sempurna, maka disana ada suatu keberadaan yang dapat mencegah kejahatan jika Ia mau, dan yang mau mencegah kejahatan jika Ia mau. Dan jika yang dikatakan terakhir ini benar, mengapa begitu banyak kejahatan dan malapetaka dalam dunia." Dengan jelas Ia mengatakan "Si Deus est, unde malum" (kalau Tuhan ada, mengapa ada kejahatan?) Hal ini seperti halnya yang di katakan origenes "bahwa dimana ada kebaikan disitulah ada kejahatan" dan seperti apa yang dikatakan Tionghoa bahwa adanya Yin tidak terlepas Yang sebagai dualisme yang selaras tetapi tidak sama (franz Magnis), ataupun seperti halnya yang di katakan oleh Nietzsche bahwa tuhan telah mati (sabda zarathustra karya F. Nietzsche) bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menyamai Allah dengan menjadi "manusia super" sehingga mereka mempertentangkan hal yang diluar nalar atau bersifat metafisika yang tidak bisa dipecahkan oleh sains.
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan seiring muncul dan mempertanyakan tentang eksistensi Allah dan keterlibatannya dalam bencana, bagaimana pun kita sering mempergumulkan hal itu "jika Allah itu adalah kasih mengapa masih banyak orang menderita?" pertanyaan itu baik verbal maupun non verbal sering kita pikirkan didalam kehidupan kita. Karena pertanyaan-pertanyaan ini merupakan pertanyaan eksistensial dari pergumulan theos.
A. Teodise dalam Alkitab.
Alkitab adalah sebuah kunci didalam suatu keimanan diaman Allah direfleksikan selalu berada dalam eksistensinya ikut adil dalam sebuah pembebasan ataupun dalam kebaikan. Alkitab diyakini sebagai penyelesaian dari segala persoalan yang terjadi didalam hidup seperti gambaran kedukaan akan tetapi Alkitab bukan sepenuhnya menyelesaikan segala persoalan didalam hidup, sebagai gambaran Alkitab memakai gambaran bangsa Israel sebagai titik sentral dalam PL yang menceritakan awal mula dari kehadiran bangsa itu dari ketiadaan muncul bangsa yang besar serta perjalan hidup umat Israel dari awal sampai pembuangan mengisahkan tentang bagaimana mereka menghadapi berbagai kedukaan dan juga bencana yang terjadi sehingga pada PB Allah hadir dalam diri Yesus Kristus sebagai penyelesaian akan tetapi hal itu berlanjut sampai janji kedatangan Yesus Kristus kedua kali di dunia di wujudkan. Sebagai gambaran tentang eksistensi Allah di dunia dan juga pengalaman rohani serta bagaimana pengalaman dalam Alkitab menghadapi bencana merupakan sebuah gambaran terhadap bagaimana solusi dari permasalah yang di hadapi pada masa ini. Upaya untuk penyelamatan Allah diperhatikan dengan sebuah upaya manusia juga untuk menampik semua itu dengan kehendak bebasnya.
B. Upaya Penyelesaian terhadap Aneka Pertanyaan.
Sebuah pernyataan dari beberapa teolog terkemuka katolik mengemukakan sebuah penjelasan diamanatkan sebuah penerimaan haruslah didasari dari "belajar untuk menerima hal yang tidak terapahamkannya penderita sebagai bagian dari tidak terpahamkannya Allah itu sendiri."(Karl Rahner) Dan " satu-satunya jawab yang benar hanyalah hal tidak terpahamkannya Allah didalam kebebasan dan tidak ada yang lain lagi." Dari tradisi barat malapetaka (evil) yang dalam banyak hal masih mengakar juga dalam kehidupan beriman orang-orang percaya di Indonesia, kendati tidak selalu disadari yang secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh agama lain di sekitarnya, bahwa setiap agama memiliki pergumulan teologinya masing-masing.
C. Penderitaan dalam Pandangan Agama-Agama Asia.
Dalam agama-agama lain memiliki konsep yang ber-nada tentang dosa bagaimana dosa dipahami dalam berbagai paham doktrin agama-agama Asia seperti dalam pandangan agamalain. Hidup memahami dosa sebagai karma yang berlaku didalam kehidupan yang di tentukan dalam hukum sebab akibat. Oleh karena itu dosa dipahami dari buah kehidupan baik dimasa lalu maupun pada saat ini, karma tidak bisa diputus hanya melalui jalan dharma, manusia ditentukan bagaiman ia kelak. Karma menjadi sebuah kesinambungan yang tidak terputus didalam dunia hanya penyatuan atau melebur bersama Brahma menjadi sebuah pencapaian tertinggi dalam dharma. Dalam agama Budha penderitaan disebut sebagai dukkha, yang bersumber dari kehendak yang menghasilkan perbuatan yang memunculkan hukum sebab-akibat. Kehidupan manusia ditentukan untuk mengikuti lingkaran penderitaan, kehendak, perbuatan, dan akibat. Hal ini disebut sebagai empat kebenaran agung. Sehingga jika manusia mau dilepaskan ia harus mau dibebaskan dari kehendaknya yang terletak dari eksistensi manusia tersebut. Dalam kepercayaan Kong hu Chu mempercayai kejahatan dilihat dari ketidak alamian, Diman penderitaan adalah ungkapan dari kejahatan. Karena kejahatan juga merupakan hal yang tidak alami, karena mausia diciptakan dari semula memang baik, Karen perbedaan kehendak merupakan sebuah ketidak alamian dimana dalam pembebasan agama Kong hu Chu mengutamakan keidealan manusia, jika penderitaan menjadi penghalang menuju status ideal haruslah diatasi. Taoisme merupakan antitesis Kong hu Chu, mempercayai "Tao" (way, reason) yang dipercayai sebagai yang kasat mata. Dalam Islam penderitaan juga dipahami sebagai buah dari hukuman Allah kepada manusia sebagai kemalangan yang menimpanya dan dalam kemalangan itu dimaksudkan supaya manusia yang berdosa memperoleh hidayah atau pencerahan, Islam menggambarkan Allah yang maha kuasa, serta maha kasih. Dan dalam agama suku dengan jelas juga menyangkut-pautkan penderitaan dengan buah dari dosa, sehingga jika mau terlepas dari penderitaan haruslah mendekat dengan Tuhan dan melebur menjadi satu.
D. kemungkinan Membangun Suatu Teologi [tentang] Bencana.
Sebuah pemikiran didalam bencana merupakan penderitaan manusia dimana manusia memiliki persaan yang bisa merasakan sakit serta empati terhadap suatu peristiwa dan tidak dapat dipungkiri bahwa manusia merupakan bagian dari keterkaitan antara satu dan yang lain sikap Sabar dan menerima setiap penderitaan menjadi sebuah kedukaan yang dirasakan bersama, karena manusia apapun agamanya pasti mengalami penderitaan, sehingga penderitaan merupakan suatu pemahaman bersama tindakan dikonstruksi diambil sebagai jalan yang memang sulit. Karena Allah sendiri menanggung derita didalam penderitaan manusia, suatu gagasan bersalah dalam teologi bencana adalah seseorang harus memulai semua dari awal hidup didalam pembaharuan dan tidak berfikir flashback untuk menuju kepada perubahan. Karena jika seseorang menanggung derita seseorang harus melepas semua dosa dan menatap kedepan, sebagai pelepasan akan semua dosa-dosanya, tidak selamanya manusia larut dalam trauma dan ketakutan sehingga dalam teologi bencana seseorang harus mulai bangkit dan memulai hidup baru sehingga mereka tidak merasa selamanya memikul dosanya. Kesabaran dan tawakal, ini mencegah untuk terjatuh ke dalam kepanikan-kepanikan yang tidak perlu.
Pustaka :
Stephen B. Bevans, "model-model teologia kontekstual", (Maumere, percetakan ledalero:2002).
Zakaria J. Ngelow dkk, "teologi benca: pergumulan iman dalam konteks bencana alam dan bencana sosial", (Makasar, oase intim:2005).
Franz Magnis Suseno, "Menalar Tuhan", (Yogyakarta, kanesius:2006).