Translate

Minggu, 26 Oktober 2025

Bab 8 Iman Kristen dan Pancasila:

Belajar dari Tokoh T.B. Simatupang dan Eka Darmaputera

Bahan Alkitab: Matius 22:39; Roma 14:13–23

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti Kelas XI


Tujuan Pembelajaran : 

  1. Memperjelas arti iman Kristen dan Pancasila.
  2. Memperjelas peran tokoh solidaritas beragama.
  3. Menuliskan makna kehadiran tokoh-tokoh dialog antarumat beragama.
  4. Menyimpulkan arti pluralisme, persaudaraan, dan solidaritas.

Foto figur : T.B. Simatupang

Foto figur : 
Eka Darmaputera 

            Pada Bab 8  kita akan belajar tentang dua tokoh yang menghubungkan antara iman Kristen dan Pancasila. Kedua tokoh tersebut tidak hanya terkenal di Indonesia, tetapi juga di dunia. Sekalipun mereka berkarya pada dua “dunia” yang berbeda, keduanya berjumpa pada satu visi dan misi yang sama, yakni membangun Indonesia yang majemuk dengan landasan Pancasila.

Coba dengarkan Lagu ini : Satu Tanh Air

Nyanyian di atas menegaskan tentang realitas Indonesia yang beragam suku, bahasa, dan budayanya. Keragaman itu memanggil setiap orang untuk membangun toleransi dan solidaritas. Untuk itu, di buku kerjamu atau di kertas lain, tuliskanlah tanggapan kalian atas syair lagu tersebut!

Tulis jawabanmu dengan menekan:

            Tahukah kamu bahwa Indonesia telah diberkati dengan tokoh-tokoh Kristen yang memiliki karya yang besar? Nama-nama pahlawan seperti Christina Martha Tiahahu dari Maluku, Alexander Andries Maramis dari Sulawesi Utara (atau biasa dikenal dengan nama A.A. Maramis) yang menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), bahkan pernah menjadi menteri keuangan yang menandatangani uang pertama Indonesia, yakni Oeang Republik Indonesia. Nama lain yang juga harus kalian kenali adalah Kapitan Pattimura dari Maluku, Wilhelmus Zakaria Johannes sebagai “Bapak radiologi pertama Indonesia” yang juga pernah menjadi anggota Badan Pekerja Komite Indonesia Pusat, yang kemudian menjadi KNIP. Sebagai dokter yang andal, beliau juga pernah menjabat sebagai presiden (sekarang rektor) Universitas Indonesia. Nama beliau sering melekat di Rumah Sakit untuk mengenang jasa dan karya beliau. Putra asli Pulau Rote, NTT, ini berkarya terus sekalipun pernah mengalami kelumpuhan kaki.

            Nama-nama tersebut di atas tentu penting untuk kalian ingat dan perhatikan sebab mereka menjadi peletak dasar bangsa Indonesia dengan mempertahankan kesadaran bahwa Indonesia beragam. Mereka memperjuangkan imannya, sekaligus membuka ruang untuk toleransi. Apa yang diperjuangkan bukan hanya sekadar iman, melainkan juga sikap terhadap realitas keberagaman Indonesia yang harus dibangun dengan toleransi yang kuat dan dilandasi pada Pancasila sebagai dasar negara.

            Pada kesempatan ini, kalian juga akan belajar dan menyimak dua tokoh gereja yang memberi perhatian pada pluralisme dan solidaritas kebangsaan. Dua tokoh ini benar-benar bertumpu pada imannya, memperjuangkan nilai-nilai kristiani, dan memandang pluralitas sebagai realitas yang harus disambut. Kedua tokoh tersebut adalah Jend. T.B. Simatupang dan Pdt. Dr. Eka Darmaputera.

            Tahi Bonar Simatupang (T.B. Simatupang) atau biasa dipanggil Pak Sim adalah sosok penting dalam perjalanan negara dan gereja. Beliau lahir di Sidikalang, Sumatera Utara, pada 28 Januari 1920. Beliau meniti karier sebagai tentara dengan bergabung di Tentara Keamanan Rakyat atau TKR (sekarang Tentara Nasional Indonesia atau TNI) dan mencapai puncak kepemimpinan sebagai Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) Republik Indonesia pada tahun 1950, ketika usia beliau masih 29 tahun dengan pangkat bintang tiga atau letnan jenderal. Ini merupakan sebuah prestasi luar biasa bagi seorang yang masih muda belia dengan jabatan dan bintang yang sangat tinggi. Jabatan ini diembannya karena wafatnya Panglima Besar Jenderal Sudirman.

            Namun, yang perlu kalian perhatikan bukanlah sekadar prestasinya yang gemilang. Bagi T.B. Simatupang, hidupnya harus berjalan seiring dengan panggilan Allah. Beliau bahkan mengungkapkan bahwa dirinya adalah orang yang berutang: berutang kepada Allah, berutang kepada negara, juga berutang kepada keluarga. Bayangkanlah, orang sebesar beliau masih saja merasa punya utang bagi negeri ini. Beliau menekankan agar Indonesia harus tetap tegak dengan landasan Pancasila. Kerangka berpikirnya adalah kreatif, positif, kritis, dan realistis. Keempat hal ini harus tampak agar Indonesia tidak menjadi negara yang hanya berpijak pada kemajuan teknologi, tetapi juga harus melandaskan sisi positif yang terus berkembang dan bertumbuh.

            Dalam seluruh pemikirannya, T.B. Simatupang dipengaruhi oleh tiga tokoh Karl, yakni Carl von Clausewitz yang memberinya inspirasi dalam strategi militer, Karl Barth, sang teolog Protestan terkemuka abad ke-20, dan Karl Marx, seorang filsuf, ekonom, politisi, dan sosiolog dari Jerman. Pemikiran mereka sangat memengaruhi cara T.B. Simatupang dalam menentukan arah pikirannya.

            Gambaran lain tentang Pancasila dikemukakan oleh T.B. Simatupang. Hampir seluruh kajian dan pemikirannya dicurahkan untuk membangun Indonesia dalam ideologi Pancasila itu. Bagi T.B. Simatupang, Pancasila memiliki daya tarik dan emosionalnya tersendiri. Pancasila adalah sebuah ideologi, sekaligus pandangan hidup (Simatupang 1996, 10). T.B. Simatupang juga menegaskan bahwa Pancasila telah memberikan banyak inspirasi. Orang-orang Kristen dapat memahami kelima sila Pancasila, khususnya sila pertama, dengan keyakinan bahwa di dalam keyakinan kepada Allah, sebenarnya orang-orang dapat melakukan dialog secara terbuka dan terusmenerus dengan sikap saling menghargai demi tanggung jawab bersama (Simatupang, 1984, 12–13).

            Sumbangsih T.B. Simatupang bagi perkembangan gereja pun sungguh sangat banyak. Di samping sebagai seorang jenderal, beliau juga pernah menjabat sebagai ketua Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) atau yang kalian kenal sekarang dengan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Sumbangsih pemikiran beliau bagi negara dan gereja sungguh-sungguh patut mendapat acungan jempol. Jenderal T.B. Simatupang menuangkan pikiran dan sumbangsihnya melaui tulisan dan berbagai ceramah, baik untuk bangsa maupun untuk gereja, di dalam dan di luar negeri.

            Sebagai sosok yang banyak berkutat di dunia militer, Pak Sim tidak pernah berhenti berjuang. Ia terus-menerus menulis pada berbagai media cetak (surat kabar) yang merupakan salah satu media untuk memberdayakan masyarakat selain televisi yang saat itu hanya ada satu di Indonesia, yakni Televisi Republik Indonesia (TVRI), dan radio. Pemikirannya yang brilian banyak dituangkan dalam media nasional maupun internasional. Di samping aktif dalam lembaga gereja di aras nasional dan internasional, Pak Sim juga aktif di dunia pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Aktivitasnya di Universitas Kristen Indonesia memberi ruang bagi beliau untuk terus berkiprah dan menuangkan gagasannya untuk membangun Indonesia dan tentu juga gereja di dalamnya.

            Tokoh lain yang juga perlu kalian simak adalah Pdt. Dr. Eka Darmaputera. Beliau adalah aktivis nasional yang menginspirasi gereja-gereja untuk memahami keterkaitan antara gereja dan negara. Bagi Pak Eka (demikian beliau biasa disapa), gereja harus hadir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pdt. Eka, yang lahir di Mertoyudan, Magelang, pada 16 November 1942 ini benar-benar konsisten dalam memperjuangkan kehadiran gereja dalam negara.

            Kiprah dan pelayanan Pdt. Eka sangat luar biasa. Beliau aktif sebagai ketua Senat Mahasiswa saat masih kuliah dan anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia. Di usia yang sangat belia, masih sekitar 27 tahun, beliau menjadi ketua Moderamen Sinode Gereja Kristen Indonesia Jawa Barat, sebuah jabatan tertinggi di sinode sebuah gereja, juga menjadi dosen di almamaternya, Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (sekarang dikenal dengan nama Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta).

            Eka Darmaputera memberikan perhatian sangat besar pada Pancasila dengan disertasinya, yang telah dibukukan dengan judul Pancasila: Identitas dan Modernitas. Dalam buku itu Eka Darmaputera menekankan bahwa Pancasila  adalah sebuah  ideologi  yang sangat diperlukan oleh masyarakat Indonesia yang  majemuk karena ideologi ini bersifat  inklusif (terbuka). Sebagai masyarakat majemuk, Indonesia membutuhkan Pancasila yang sungguh-sungguh merangkul kebersamaan tersebut. Bagi Eka Darmaputera, rangkulan dan kebersamaan dalam negara Pancasila ini harus benar-benar diwujudkan dalam kebebasan memeluk agama bagi seluruh masyarakat yang ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 29, dan karenanya kebebasan itu harus dijamin (Darmaputera 1997, 110–111).

            Pak Eka, demikian beliau biasa disapa, adalah sosok yang mengembangkan pemikiran ekumenis. Bagi Pak Eka, realitas Indonesia yang majemuk harus diisi dengan pemikiran kebersamaan melalui dialog dan kerja sama antarumat beragama. Gagasan ini kemudian dituangkannya dalam sebuah komunitas yang melahirkan Dian/Interfidei, sebuah organisasi antariman yang berdomisili di Kaliurang, Sleman, Yogyakarta. Aktivitas Pak Eka yang memberi perhatian pada realitas kebersamaan di Indonesia telah memikat seminari teologi di Princeton, Amerika Serikat yang menganugerahinya Kuyper Prize for Excelence in Reformed Theology and Public Life, sebuah penghargaan yang sampai saat ini terus diberikan kepada para teolog Indonesia atas berbagai karya yang mereka kembangkan.

            Keprihatinan Pdt. Eka sering dituangkan dalam tulisan di surat kabar, bahkan beliau, bersama T.B. Simatupang, banyak memberi sumbangan pemikiran bagi bangsa dan gereja agar bangsa dan gereja terus bertumbuh di tengah masyarakat majemuk. Kerangka pemikiran kedua tokoh ini dituangkan untuk menjawab realitas Indonesia yang majemuk (beragam, pluralis) tersebut. Untuk itu, dibutuhkan sikap toleransi terhadap kehidupan bangsa yang harus dibangun bersama berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dari dalamnya perlu dibangun sikap solidaritas terhadap semua orang mengingat banyak sekali perbedaan. Jika solidaritas tidak dibangun, kemajemukan atau pluralitas dapat terus-menerus berbenturan dan tidak akan dicapai kesatuan yang diharapkan.


Rangkuman

            Kehadiran gereja dalam sebuah negara tentu sangat penting. Salah satu cara hadir gereja dalam negara adalah melalui aktivitas para tokoh yang pemikirannya diserap dan digunakan untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, gereja patut bersyukur atas kehadiran banyak orang dalam negara ini, di antaranya T.B. Simatupang dan Pdt. Dr. Eka Darmaputera, dua anak bangsa dan benih gereja yang telah memberi kontribusi bagi negara. Pemikiran mereka tentang iman Kristen dan Pancasila serta solidaritas dalam pluralitas menjadi sumber berharga bagi gereja dan bangsa.            


Refleksi

Aku telah belajar dari banyak tokoh gereja yang terlibat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kini aku mau memiliki moto hidup sebagai remajapemuda gereja yang mencitrakan iman kristiani dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

"Aku akan mulai dengan spirit membangun imanku, dan mewujudkannya dalam keseharianku dengan karya bagi lingkungan sekitarku." 


Tugas : Klik!!!


 Doa

Bapa surgawi, kami bersyukur atas negeri kami, Indonesia yang kaya. Kami diperkaya dengan alam, keanekaragaman budaya, suku, agama, dan berbagai keragaman lainnya. Kini jadikanlah kami sebagai alat di tangan-Mu, ya Allah, untuk mewujudkan kasih-Mu bagi semua orang tanpa membeda-bedakan keragaman tersebut. Jadikanlah kami sebagai sarana kasih Allah di mana pun kami berada. Dalam kasih dan anugerah-Mu, kami berdoa. 

Amin.


Sumber: 

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, 2021 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas XI Penulis: Mulyadi ISBN 978-602-244-708-5 (jil.2)

Rabu, 08 Oktober 2025

DAMAI SEJAHTERA MENURUT ALKITAB

 BAB VII  DAMAI SEJAHTERA MENURUT ALKITAB 

(Injil Yohanes 14:23-31)

Pendidikan Agama Kristen dan Budhi Pekerti Kelas XII Gasal

Tujuan Pembelajaran :

  1. Menjelaskan arti damai sejahtera menurut Alkitab. 
  2. Menggambarkan ciri-ciri kehidupan masyarakat yang diliputi oleh damai sejahtera yang dikehendaki oleh Allah.
  3. Menyebutkan contoh-contoh perilaku pembawa damai sejahtera Allah.
  4. Menjadi pembawa damai sejahtera

            Damai sejahtera dalam beberapa dekade terakhir ini menjadi semakin populer, namun konteksnya adalah keadaan damai sejahtera yang dikontraskan dengan situasi konflik. Sejumlah universitas dan lembaga lainnya juga menawarkan pendidikan khusus bagi mereka yang ingin berperan sebagai pembawa damai sejahtera. Tetapi, yang ditawarkan adalah pandangan sekularisme tanpa mengaitkannya dengan sudut pandang agama-agama.

            Tentu hal ini dapat dipahami karena setiap agama akan memiliki sudut pandangnya yang khas tentang damai sejahtera. Berkaitan dengan kepentingan remaja SMA kelas XII mereka adalah kelas ujian yang kelak setelah selesai SMA siap untuk menjadi manusia dewasa yang melangkah ke Perguruan Tinggi atau jika tidak memasuki perguruan tinggi maka mereka akan bekerja. Dunia luas yang menanti mereka adalah dunia masa kini yang penuh dengan tantangan kehidupan. Tantangan persaingan untuk menjadi yang terbaik dan terutama terkadang cenderung mengabaikan kemanusiaan, keadilan dan perdamaian. 

            Generasi masa kini seolah-olah dibentuk oleh budaya percepatan teknologi yang serba instan, cepat dan menuntut keunggulan personal yang sangat kental oleh individualistik, tak jarang dalam persaingan itu orang menggunakan segala cara demi mencapai tujuan. Pada sisi lain, berbagai kepentingan yang ada kerap melahirkan konflik dan permusuhan. Oleh karena itu, remaja SMA perlu dibekali oleh prinsip-prinsip perdamaian dalam ajaran iman kristen. Bekal ini diharapkan dapat menjadi pegangan hidup mereka ditengah masyarakat, bangsa, gereja maupun keluarga. Dalam pergaulan antar pribadi maupun dalam kelompok yang lebih luas.

             Misi utama orang Kristen, adalah mempromosikan “damai sejahtera” dalam kehidupan di mana pun mereka berada. Damai sejahtera menjadi pegangan utama bagi orang kristen dalam kehidupan pribadi dan sosial. Kehadiran orang Kristen hendaknya membawa berkat bagi dirinya maupun bagi sesama. Pembahasan pertama adalah mengkaji prinsip-prinsip Alkitab mengenai damai sejahtera, pada pelajaran berikut barulah dijabarkan mengenai peran remaja Kristen sebagai pembawa damai sejahtera.


Pengertian Damai Sejahtera Menurut Alkitab

            Alkitab, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, menyajikan pemahaman yang utuh tentang damai sejahtera. Begitu banyak tokoh-tokoh Alkitab yang bisa dijadikan teladan tentang bagaimana menjadi pribadi yang membawakan damai sejahtera, di tengah-tengah keadaan yang sulit atau dalam peperangan sekali pun. Tuhan Yesus selalu menjalankan perannya selaku pembawa damai sejahtera dengan sangat sempurna. Kecuali mereka yang berpikiran picik dan berhati licik, semua yang bertemu muka dengan Tuhan Yesus mengalami “cipratan” damai sejahtera yang dipancarkannya. Artinya, pertemuan dengan Tuhan Yesus menjadi kesempatan mengalami damai sejahtera yang sesungguhnya, bukan yang sifatnya sementara atau bahkan yang palsu. Inilah pesan yang ingin disampaikan kepada peserta didik: bahwa menjadi pembawa damai sejahtera adalah tugas khusus sebagai murid Kristus yang harus dijalankan dengan baik dimana pun kita berada. 

            Para penulis Alkitab menulis bahwa kesejahteraan (syalom) Israel berkaitan erat dengan ketaatan hidup mereka kepada Allah dan perintahperintah-Nya. Apabila Israel tidak setia, maka Allah tidak segan-segan akan menghukum mereka, menyerahkan mereka kepada musuh-musuh mereka, membuat tanah Israel menjadi tidak subur dan sulit ditanami (“langit di atasmu sebagai besi dan tanahmu sebagai tembaga”). Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa damai sejahtera Allah itu hanya dapat terwujud apabila ada kesetiaan kepada Allah yang disertai kerelaan untuk menjalani perintahperintah dan hukum-hukum-Nya.

            Dalam Injil Yohanes 14:23-31, kita menemukan janji Tuhan Yesus untuk memberikan damai-Nya kepada kita. Janji ini diucapkan-Nya menjelang kematian-Nya di kayu salib. Yesus sadar bahwa sebentar lagi Ia akan meninggalkan dunia dan murid-murid-Nya. Karena itu Ia menjanjikan Roh Penghibur yang akan menyertai para murid dan semua orang percaya. Tugas Roh ini adalah “mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan ... mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.” (ayat 27)

            Apakah yang Tuhan Yesus perintahkan untuk kita lakukan? Hal itu tidak lain daripada mengasihi Dia yang harus kita buktikan lewat ketaatan kita untuk menuruti firman-Nya dan Bapa-Nya (ayat 27). Ketaatan kita itulah yang akan memberikan kepada kita damai sejahtera-Nya (ayat 28).


Memahami Makna Damai Sejahtera Menurut Alkitab

            Orang Kristen selalu mengucap salam “Syalom” ketika berjumpa ataupun berkomunikasi dengan sesama orang beriman. Ungkapan “syalom” sudah merupakan sapaan yang lazim di kalangan orang Kristen. Apakah arti kata “syalom” yang sesungguhnya, dan apa artinya bila kita mengucapkan kata itu kepada sesama kita? Kata syalom diambil dari dalam Alkitab, dalam bahasa Ibrani “syalom” biasanya diterjemahkan menjadi ”damai” atau ”damai sejahtera”. Dalam bahasa Yunani, bahasa yang digunakan dalam penulisan Perjanjian Baru, kata ini diterjemahkan menjadi "eirene". Kata syalom atau “damai sejahtera” sering dipergunakan untuk memberikan salam kepada sesama. Dalam bahasa Ibrani orang mengucapkan syalom aleikhem, yang artinya “damai sejahtera bagimu”. Ucapan ini dijawab dengan kata-kata aleikhem syalom. Kata ini mirip sekali dengan kata “salam alaikum” atau “assalamu alaikum” dan “wa alaikum salam” dalam bahasa Arab, bukan? Kita tidak perlu heran. Bahasa Arab memang berasal dari rumpun yang sama dengan bahasa Ibrani dalam bahasa Ibrani juga dikelan Salam "Shalom besem hamasiah" yang berati "Damai didalam Nama Yesus Kristeus" dan  dibalas "El Aleikhem shalom besem hamsiah" – seperti halnya bahasa Tagalog dengan bahasa Indonesia. Dalam bahasa Arab kata syalom diterjemahkan menjadi salam, kata yang sama yang dipergunakan dalam bahasa Indonesia yang sangat diperkaya oleh kosakata dari bahasa Arab karena pengaruh agama Islam. Kata ini dapat kita bandingkan dengan salam Horas! di kalangan masyarakat Batak; Ya’ahowu! di dalam masyarakat Nias. Ucapan salam ini juga ada dalam tradisi masyarakat kita di Indonesia.

            Di kalangan masyarakat Yahudi, kebiasaan memberi salam seperti ini sangat lazim. Dalam Lukas 10:5 Tuhan Yesus memerintahkan murid-muridNya untuk memberikan salam ini apabila mereka mengunjungi rumah seseorang. “Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini.” (Lukas 10:15). Salam ini juga diucapkan oleh Tuhan Yesus ketika Ia menampakkan diri-Nya ke tengah-tengah muridmurid-Nya setelah kebangkitan-Nya: “Dan sementara mereka bercakapcakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: “Damai sejahtera bagi kamu!” (Lukas 24:36) Dalam ungkapan kata syalom aleikhem memang terkandung sebuah doa yaitu “kiranya damai sejahtera menyertaimu.” 

            Sejauh ini kita sudah membahas bagaimana kata “damai sejahtera” digunakan dalam kehidupan sehari-hari orang Yahudi. Tetapi, apakah arti “damai sejahtera” itu sendiri? Alkitab menerjemahkan kata “syalom” menjadi “damai sejahtera”. Bukan semata-mata “damai” saja, meskipun kata syalom itu sendiri memang berarti “damai” atau “perdamaian”. Arti kata “syalom” memang jauh lebih luas daripada sekadar “damai” saja. Berikut ini adalah sejumlah kata dan konsep yang digunakan untuk menerjemahkan kata “syalom”, sehingga kita dapat membayangkan kekayaan makna yang dikandungnya.

            

Berikut Ini Makna Syalom yang bersumber Dari Alkitab

Persahabatan

                Dalam Zakharia 6:13 tertulis, Syalom antara sahabat berkaitan dengan hubungan yang akrab. Dalam Mazmur 28:3 orang diingatkan akan sahabat yang mulutnya manis, tetapi niatnya jahat:“Janganlah menyeret aku bersamasama dengan orang fasik ataupun dengan orang yang melakukan kejahatan, yang ramah dengan teman-temannya, tetapi yang hatinya penuh kejahatan.” Kata “ramah” di sini merujuk kepada ucapan yang penuh syalom. Dalam versi bahasa Inggris penggunaan kata ini menjadi lebih jelas:

"Do not drag me away with the wicked, with those who are workers of evil, who speak peace with their neighbours, while mischief is in their hearts. jangan menyeretku pergi dengan orang jahat, dengan mereka yang pekerja jahat, yang berbicara damai dengan tetangga mereka, sementara kerusakan ada di hati mereka. (New Revised Standard Version) Do not take me away with the wicked and with the workers of iniquity, who speak peace to their neighbors, but evil [is] in their hearts.. Jangan membawaku pergi dengan orang fasik dan dengan pekerja jahat, yang berbicara damai kepada sesamanya, tetapi kejahatan [ada] di dalam hati mereka" (New King James Version).

                Dalam 1 Raja-raja 2:13 dikisahkan pula tentang Adonia yang menghadap kepada Batsyeba, ibu Salomo, dan ditanyai, “Apakah engkau datang dengan maksud damai?” Ia menjawab,“Ya, damai!” Namun pada kenyataannya tidak demikian. Ia datang dengan niat jahat. 


Kesejahteraan

                Kata syalom juga berarti kesejahteraan yang menyeluruh, termasuk kesehatan dan kemakmuran yang semuanya berasal dari Tuhan. Hal ini dapat kita temukan dalam 2 Raja-raja 4:26 ketika hamba Elisa bertanya kepada perempuan Sunem dalam cerita ini, “Selamatkah engkau, selamatkah suamimu, selamatkah anak itu?”Dalam bahasa aslinya, bahasa Ibrani, pertanyaan ini berbunyi, “Apakah engkau memiliki damai [sejahtera]?” Maksud pertanyaan ini mirip dengan menanyakan kesejahteraan orang lain seperti dalam pertanyaan, “Apa kabar?” Maksudnya tentu bukan hanya sekadar menanyakan berita tentang orang yang dimaksudkan, melainkan menanyakan keberadaan menyeluruh orang tersebut.

                Hal serupa diungkapkan oleh pemazmur dalam Mazmur 38:4 ketika ia meratap: “Tidak ada yang sehat pada dagingku oleh karena amarah-Mu, tidak ada yang selamat pada tulang-tulangku oleh karena dosaku”.Maksud pemazmur, dosa-dosanya telah mengganggu dirinya sehingga ia tidak memiliki syalom, kedamaian, di dalam dirinya. Karena itulah ia mengatakan, “tidak ada yang sehat pada dagingku”, karena syalom memang mempengaruhi kesejahteraan bahkan juga kesehatan dan kedamaian dalam diri seseorang.

Keamanan

Dalam Hakim-hakim 11:31, Yefta mengucapkan kaulnya bahwa bila ia kembali dari medan perang “dengan selamat” (dengan aman, dalam syalom), maka makhluk pertama yang keluar dari pintu rumahnya untuk menemuinya akan dipersembahkannya kepada TUHAN sebagai korban bakaran. 

                Dalam Yesaya 41:3, TUHAN berbicara tentang utusan-Nya yang akan mengalahkan lawan-lawannya. “Ia akan mengejar mereka dan dengan selamat (dengan syalom) ia melalui jalan yang belum pernah diinjak kakinya.”

                Dalam kitab yang sama, Yesaya juga melukiskan hubungan antara hidup yang benar di hadapan Allah yang akan menghasilkan keamanan dan ketenteraman. Yesaya melukiskan demikian, “ Dimana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya. Bangsaku akan diam di tempat yang damai, di tempat tinggal yang tenteram di tempat peristirahatan yang aman. (Yesaya 32: 17-18)

                Dalam Perjanjian Baru, Yesus mengatakan, “Apabila seorang yang kuat dan yang lengkap bersenjata menjaga rumahnya sendiri, maka amanlah [en eirene – bhs. Yunani]segala miliknya.” (Lukas 11:21)

Keselamatan

                Akhirnya kata syalom juga digunakan dalam kaitan dengan “keselamatan”. Dalam Yesaya 57:19 dikatakan, “Aku akan menciptakan puji-pujian. Damai, damai sejahtera bagi mereka yang jauh dan bagi mereka yang dekat -- firman TUHAN -- Aku akan menyembuhkan dia!” Berita “damai sejahtera” yang diberitakan berkaitan erat dengan kesembuhan yang TUHAN janjikan. Keselamatan yang utuh dapat dilihat dari penggunaan kata “damai sejahtera” dalam hubungannya dengan “keadilan” (Yesaya 60:17) atau seperti dalam Mazmur 85:11 yang menyatakan “Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman.

Hubungan antara keselamatan dan perdamaian menjadi lebih jelas lagi apabila kita melihat bagaimana Perjanjian Baru memaknai karya keselamatan yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus,


Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu. Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang “jauh” dan damai sejahtera kepada mereka yang “dekat”, karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.(Efesus 2: 13 – 18)


                Di sini jelas bahwa keselamatan yang diberikan oleh Tuhan Yesus bagi kita telah menciptakan juga pendamaian antara orang-orang yang dahulunya “jauh” dan saling terasing serta bermusuhan. Keselamatan yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus adalah keselamatan yang utuh, yang meliputi kehidupan jasmani dan rohani, yang mencakup masa depan tetapi juga berlaku di masa kini dan sekarang juga.  

                Uraian di atas telah menggambarkan secara lebih luas dan mendalam apa yang dimaksudkan dengan memberlakukan apa yang Allah kehendaki di dalam hidup kita seperti yang telah kita lihat dalam Kitab Ulangan dan Injil Yohanes. Kita sudah melihat bahwa damai sejahtera bukanlah sesuatu yang akan hadir secara otomatis di dalam hidup kita, melainkan harus kita upayakan dengan kerja keras dan kesungguhan.

                Pemberian salam dan pengucapan “salam damai” atau “damai Kristus besertamu” adalah sebuah tindakan yang menggambarkan hasil pendamaian yang telah dikerjakan oleh Tuhan Yesus Kristus bagi manusia. Setelah kita menerima berita pengampunan dan pendamaian dari Tuhan, hubungan kita dengan sesama kita pun dipulihkan kembali. Karena itulah kita saling mengucapkan “salam damai” atau “damai Kristus besertamu”.

                Ucapan “salam damai” atau “damai Kristus besertamu” juga mengandung doa dan pengharapan bahwa kita dan sesama orang percaya boleh ikut serta di dalam karya pendamaian yang telah dikerjakan oleh Tuhan Yesus. Karena itulah, dalam Kolose 3:15 dikatakan: “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh.” 

                Kristus telah memperdamaikan kita dengan sesama kita. Karena dosa, kita hidup dalam permusuhan dengan sesama kita. Dosa telah membuat kita hidup egois, mementingkan diri sendiri dan tidak peduli akan orang lain. Melalui pendamaian-Nya, Kristus mengajarkan agar kita hidup dalam satu tubuh yang disebut gereja. Inilah panggilan kita sebagai gereja Tuhan. gereja diharapkan oleh Tuhannya untuk hidup dalam kesatuan. Sayangnya, gereja justru seringkali hidup dalam perpecahan. Karena itulah, Kolose 3:15 mengingatkan kita agar kita terus hidup dalam satu tubuh, sehingga sebagai gereja kita bisa terus menjadi saksi bagi damai sejahtera Yesus Kristus.

                Menurut penjelasan di atas, makna syalom bukan hanya sekadar kata salam yang menjadi ciri khas orang kristen, namun mengandung makna: persahabatan, sejahtera, tenteram, persahabatan dan keselamatan. Beberapa aspek tersebut amat dibutuhkan oleh umat manusia dimasa kini ketika manusia masa kini hidup dalam berbagai tantangan yang mengancam hadirnya damai sejahtera dalam hidupnya, syalom menjadi ucapan dan realitas yang amat dibutuhkan bukan hanya oleh orang Kristen tetapi juga oleh seluruh umat manusia. Ketika buku ini ditulis pada akhir November 2020, dunia tengah menghadapi bencana besar yang dapat disebut bencana kemanusiaan sejak akhir Desember 2019 ketika ditemukan serangan virus corona di kota “Wuhan”, Cina. Sejak itu, hampir seluruh dunia terinfeksi oleh virus jahat ini yang menghancurkan berbagai sendi-sendi kehidupan masyarakat dunia. Banyak korban jiwa berjatuhan di hampir seluruh dunia. Manusia hidup dalam kekatukan dan kekhawatiran, damai sejahtera hilang dari kehidupan. Oleh karena itu, mempelajari makna “syalom” atau damai sejahtera dalam Alkitab memberikan pengharapan pada kita bahwa Tuhan, Allah yang kita sembah tidak meninggalkan kita sendirian, Ia terus bekerja dan menopang kita. Pada waktunya nanti virus ini akan dapat diatasi oleh kerja keras para ahli yang mengabdikan hidupnya bagi kemanusiaan dan dunia serta manusia akan kembali pulih. Pada saat itu terjadi, syalom atau damai sejahtera akan ada di tengah kehidupan kita.


Refleksi

                Memahami arti damai sejahtera akan menolong kita untuk lebih mengerti bagaimana caranya mengukur apakah suatu komunitas atau jemaat memiliki damai sejahtera dan memberlakukannya di dalam hidupnya sehari-hari. Bila kita memberlakukan kehendak Allah maka damai sejahtera Allah akan hadir di dalam hidup kita. Orang beriman mewarisi damai sejahtera yang diberikan oleh Yesus bagi anak-anak-Nya. Betapa pentingnya damai sejahtera bagi hidup manusia apalagi ditengah-tengah zaman kini yang penuh dengan berbagai tantangan, persoalan dan beban hidup. Tiap orang beriman terpanggil untuk hidup dalam damai sejahtera, betapapun sulit untuk mewujudkannya namun tiap orang harus berjuang untuk hidup dalam damai dan mewujudkan damai dengan sesama. Kehadiran orang beriman dimanapun seharusnya membawa kesejukan dan damai sejahtera.


Penutup

Dengarkan Lagu berikut : Lagu 1 Nyanyian Kemenangan Iman, No.: 178:1

                                          Lagu 2 Kuberoleh Berkat

                                          Lagu 3 Damai yang Padaku





Sumber :

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, 2021 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas XII Penulis: Janse Belandina Non-Serrano ISBN: 978-602-244-702-3 (jil.3)

Rabu, 01 Oktober 2025

Kucinta Keluarga Tuhan

 Bab 7 Kucinta Keluarga Tuhan

Bahan Alkitab: Ulangan 6:4–9

Pendidikan Agama Kristen Dan Budi Pekerti Kelas XI Gasal


Tujuan Pembelajaran:

  1. Mendeskripsikan kehidupan keluarga Kristen.
  2. Membuat gambar karikatur tentang keluarga Kristen.
  3. Memperjelas arti keluarga dalam perspektif kristiani.
                Keluarga adalah anugerah yang besar dari Tuhan. Sebagai anugerah, kehadiran anggota keluarga harus disambut gembira dan karenanya anggotanya haruslah benar-benar mensyukuri kehadiran keluarga tersebut. Secara umum keluarga dibagi dalam dua bagian besar. Pertama adalah yang disebut dengan keluarga inti atau keluarga batih.


Gambar Pohon Keluarga Inti dan keluarga Besar

            Keluarga inti terdiri dari ibu, ayah, dan anak. Bisa juga keluarga inti atau keluarga batih itu terdiri dari hanya seorang ayah atau seorang ibu dengan anaknya karena salah satu dari orang tua telah meninggal. Di samping keluarga inti, ada yang disebut keluarga besar. Yang dimaksudkan dengan keluarga besar adalah keluarga yang jangkauannya lebih luas, terikat dengan garis keturunan ke kiri dan ke kanan dari pihak ayah maupun ibu.

            Keluarga Kristen yang di dalamnya setiap anggotanya terikat untuk saling menampakkan ikatan yang kuat berdasarkan kasih Allah. Melalui perjalanan kehidupan keluarga berdasarkan konteks Ulangan 6:4–9 yang menekankan pada pentingnya pendidikan keluarga yang diajarkan sejak awal. Model pendidikan Yahudi yang menekankan pada pentingnya ikatan keluarga menjadi gambaran Keluarga Allah.

            Kehidupan keluarga Yahudi diisi dengan pokok penting yang berlandaskan pada pendidikan agama dan nilai-nilai spiritual dari pengalaman mereka, yang mengungkapkan diri sebagai bangsa pilihan Allah melalui Abraham. Ini merupakan dasar teologis bangsa Yahudi bahwa kehadirannya sebagai bangsa yang terpilih melalui Abraham itu dinyatakan secara kuat dan diyakini oleh para teolog pertengahan abad ke-7 SM sebagai anugerah Tuhan semata (Boehlke 2013, 19–20). Sekalipun pengalaman Abram (Abraham) itu sangat personal, para pemimpin Yahudi memandang perlu melihat hal ini sebagai kesempatan untuk memperkenalkan warisan besar bangsa Yahudi kepada generasi di bawahnya. Untuk itu, para orang tua dipanggil untuk melakukan pengajaran penting kepada anak-anak mereka mengenai keyakinan iman Yahudi itu sebagaimana tertuang dalam Ulangan 6:4–9. 

            Proses pada praktik pendidikan keluarga Yahudi yang berlandaskan atas Ulangan 6:4–9 ini merupakan upaya sengaja dan berkualitas yang harus menjadi spirit umat Yahudi, khususnya pendidikan iman dan relasi keluarga, dan menjadi langkah kehidupan sehari-hari keluarga (Boehlke 20–21). 

            Keluarga adalah sebuah komunitas kecil yang terdiri dari dua atau lebih pribadi yang terkait hubungan darah karena ikatan perkawinan atau karena proses adopsi. Menurut Baron dan Byrne (2018, 6–7), sebagian besar interaksi orang tua–anak memiliki implikasi masa depan karena keluarga adalah tempat bagi tiap anggotanya untuk belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Mereka mengikatkan diri dalam sebuah ikatan rumah tangga dan membangun sebuah kultur dengan perannya masing-masing. Di sini terlihat bahwa keluarga adalah komunitas yang berinteraksi dan mengikatkan diri antara yang satu dengan yang lain. Dengan mengutip pernyataan Dissanayake, Baron dan Byrne (2018, 6) mengungkapkan bahwa ketika seseorang datang ke dunia, ia sudah siap untuk berinteraksi dengan manusia lainnya.

            Baron dan Byrne, dengan mengutip pemikiran Dissanayake, mengungkapkan bahwa ketika seseorang datang ke dunia, ia sudah siap untuk berinteraksi dengan manusia lainnya (Baron & Byrne, 6). Pernyataan Dissanayake di atas tentu perlu mendapat perhatian karena interaksi dengan siapa pun selalu memberi pengaruh, entah kuat, entah ringan. Tentu saja pengaruh keluarga besar perlu mendapat ruang besar mengingat ikatan keluarga tidak bisa dilepaskan dari kesatuan keluarga besar tersebut. Namun, yang juga perlu disimak di sini adalah pembagian keluarga dan bagaimana keluarga tersebut mengikatkan diri dalam tanggung jawab bersama. 

            Sebagaimana telah disampaikan di awal, keluarga terbagi dalam dua kategori besar, yakni keluarga inti atau batih dan keluarga besar. Keluarga inti yang terdiri dari ibu, ayah, anak, dan/atau salah satu orang tua dengan anak. Mengingat keluarga inti hanyalah orang tua dan anak, maka kerangka berpikir dan bertindak semata-mata hanya berada dalam keluarga tersebut. Seluruh tanggung jawab kehidupan hanya ada dalam keluarga tersebut. Cara kelola dan cara berpikir demikian adalah model atau cara berkeluarga versi Barat. Di dunia modern, keluarga adalah keluarga inti sehingga setelah anak menikah, mereka harus keluar dari rumah orang tua dan membangun sebuah kehidupan sendiri. Boleh jadi semangat ini diinspirasi oleh pola berpikir Alkitab yang menegaskan bahwa “laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya, dan bersatu dengan isterinya” (Mat. 19:5).

            Lalu, bagaimana dengan keluarga besar? Bagi dunia Timur, pemahaman tentang keluarga agak berbeda. Di samping keluarga inti, di dunia Timur, khususnya Indonesia, dikenal juga keluarga besar. Keluarga besar bisa melibatkan kakek, nenek, paman, bibi, keponakan, sepupu. Dalam ikatan gerejawi, bahkan biasa juga dikenal orang tua baptis atau orang tua serani yang memiliki fungsi pembinaan iman bagi anak seraninya. Ikatan ini terjalin dengan sangat kuat, bahkan tidak jarang orang tua serani melakukan peran yang sangat besar bagi anak-anak seraninya. Dapatkah kalian bayangkan jika satu orang tua memiliki banyak anak serani?

            Apa yang harus dilakukan keluarga Kristen dalam kehidupannya? Ini yang sangat penting untuk kalian perhatikan. Sesuai dengan panggilannya, keluarga kristiani berkewajiban untuk merawat keluarga bukan hanya secara fisik dan mental, melainkan juga secara spiritual, menunjukkan nilai-nilai kristiani.

            Dalam kaitan interaksi dengan banyak orang di luar keluarga, penting bagi keluarga untuk membangun sebuah relasi berkualitas. Hal ini mencuat mengingat banyaknya pengaruh di luar yang tidak selalu bisa dikendalikan. Penelitian yang dilakukan oleh Bilangan Research Center terhadap kehidupan kaum muda menunjukkan bahwa kekuatan persahabatan di kalangan remaja terbangun demikian kuatnya. Mereka bisa menghabiskan waktu hampir 10 jam per minggu, yang berarti hampir 2 jam per hari (Arthanto 2018, 145). Jika relasi yang dibangun dalam persahabatan itu dilangsungkan secara positif, tentu keluarga akan menuai hasil yang baik. Persoalannya, jika persahabatan itu berlangsung dalam konteks yang negatif, situasinya tentu akan sangat buruk. Dampak lain dari kualitas persahabatan adalah hilang atau kurangnya interaksi dalam keluarga. Padahal keluarga seharusnya dan semestinya menjadi ruang kehidupan utama untuk membangun komunitas dan relasi berkualitas.

            Salah satu kebutuhan besar dalam kualitas relasi keluarga Kristen adalah membangun kehidupan spiritual yang kuat. Keluarga perlu mempertimbangkan bukan hanya sekadar ikatan darah, melainkan juga kualitas iman dan bangunan spiritual di dalamnya. Hal ini mesti ditampilkan, pertama sekali tentu oleh para orang tua. Spiritualitas orang tua sangat berpengaruh pada perkembangan spiritualitas anak dan keluarga. Para remaja dan pemuda yang orang tuanya menjadi pengikut Kristus yang sungguh-sungguh cenderung memiliki daya tahan iman yang lebih kuat dan lebih tidak mudah putus asa dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang mengatakan bahwa hanya salah satu orang tua mereka yang menjadi pengikut Kristus (Tanbunaan 2018, 66–67). Tentu saja kondisi ini menjadi modal besar bagi para orang tua dan keluarga untuk membangun kehidupan spiritual keluarga dalam membangun interaksi dan relasi berkualitas dalam keluarga tersebut.

            Hal utama dalam bangunan spiritualitas keluarga kristiani adalah menghadirkan nilai-nilai kristiani dalam kehidupan mereka. Nilai-nilai kristiani adalah sikap hidup yang menunjukkan kebenaran, yang ditampakkan dalam kejujuran dan integritas. Dalam hidup kristiani, sikap hidup seseorang harus menampakkan keselarasan antara perkataan dan tindakan. Hal lainnya yang juga harus diperhatikan dalam perwujudan nilai-nilai kristiani adalah kesalehan hidup. Kesalehan hidup dilakukan bukan hanya dalam ibadah, melainkan juga terlihat dari tata krama kehidupan. Sikap ini berkait erat juga dengan kekudusan hidup, yakni bersedia untuk hidup dalam anugerah Allah, menolak segala bentuk pencemaran seperti berkata dusta, mempercakapkan kehidupan orang lain (gosip), dan sejenisnya. 

            Nilai-nilai kristiani dalam keluarga Kristen di antaranya adalah pola hidup yang didasarkan pada kebenaran yang ditampakkan dalam kejujuran dan integritas. Bentuknya adalah menampilkan keselarasan antara perkataan dan tindakan. Nilai-nilai kristiani pun harus tampak dalam kesalehan hidup. Kesalehan hidup bukan hanya ditampakkan dalam ibadah, melainkan ditampakkan juga dalam tata krama kehidupan. Yang juga harus diperhatikan dalam nilainilai kristiani adalah kesetiaan. Kesetiaan ditampakkan dengan pola hidup yang berpadanan dengan panggilan Allah yang membuat setiap umat Allah menjalankan hidupnya dengan berpegang pada anugerah Allah.

            Sikap hidup dalam nilai-nilai kristiani lainnya adalah kesetiaan. Apa yang dimaksudkan dengan kesetiaan adalah hidup yang berpadanan dengan panggilan Allah sehingga setiap langkah hidup kalian didasarkan pada aturan atau norma kehidupan yang Allah kehendaki. Inilah hal-hal yang harus kalian perhatikan dalam kehidupan keluarga Kristen dengan landasan nilai-nilai kristiani. Itulah sebabnya Ulangan 6:4–9 menegaskan tentang panggilan para orang tua untuk mengajarkan teladan iman kepada anak-anaknya (lihat penjelasan teks Alkitab di bawah). Ini harus menjadi spirit hidup beriman keluarga Kristen. Perjalanan iman selalu membutuhkan kesempatan untuk saling menguatkan sehingga ikatan kasih dalam kehidupan keluarga menjadi makin kuat.


Tugas : Klik Download                        

Bacalah Ulangan 6:4–9! 

6:4 Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! 

6:5 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. 

6:6 Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, 

6:7 haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. 6:8 Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, 

6:9 dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.

        Dalam kehidupan umat Allah Perjanjian Lama, nilai hidup iman menjadi sisi yang sangat penting. Nilai iman ini menjadi semacam pegangan bagi umat mengingat perjalanan hidup umat Allah Perjanjian Lama itu yang selalu berada dalam gangguan iman, termasuk gangguan budaya setempat. Ini perlu kalian ketahui karena umat Israel saat itu hidup berpindah-pindah (nomaden). Akibatnya, mereka potensial terpengaruh oleh budaya dan agama setempat.

        Salah satu modal penting kecintaan terhadap keluarga adalah nilai kehidupan keluarga tersebut. Hal ini terpancar dari kualitas interaksi keluarga, yang belakangan ini mengalami pergumulan serius sehubungan dengan maraknya penggunaan alat komunikasi seluler berupa telepon genggam atau handphone, yang telah “menguasai” kehidupan manusia begitu rupa. Penggunaan alat komunikasi dalam dunia modern tanpa batas ini telah menghilangkan interaksi antarpribadi termasuk di dalam rumah. Akibatnya? Manusia lebih memilih untuk membangun relasi melalui telepon genggam tersebut ketimbang interaksi fisik.

        Berbeda dengan narasi di atas, pola hidup keluarga dalam Perjanjian Lama justru menekankan pada pentingnya relasi antara orang tua dengan anak dan relasi dalam keluarga. Kehidupan umat dan keluarga dalam Perjanjian Lama menekankan pada kualitas iman yang dilandasi oleh pengalaman perjalanan umat dalam pengembaraan yang panjang. Kehidupan umat yang berpindah-pindah (nomaden) yang di dalamnya berpotensi dipengaruhi oleh budaya tempat mereka tinggal membuat umat Perjanjian Lama harus memiliki keteguhan iman dalam menghadapi berbagai tantangan budaya setempat tersebut.

        Bagi umat Israel Perjanjian Lama, Syema (artinya ‘dengarlah’) yang menjadi pegangan dalam menjalankan hidup beriman dan interaksi keluarga sungguh-sungguh menjadi landasan bagi mereka. Kata dengarlah dalam Ulangan 6:4–9 ditekankan agar umat membuka diri untuk menerima pengajaran dan menindaklanjutinya dalam kehidupan mereka, terutama dalam ruang pendidikan bagi anak-anak, dan tentu kepada para orang tua juga.

        Bagi umat Perjanjian Lama, interaksi menjadi benar-benar penting dan berharga. Itulah sebabnya pengajaran ini dimaksudkan Allah agar para orang tua dan anak-anak sungguh-sungguh belajar tentang nilai-nilai hidup, berinteraksi dengan baik, dan membangun relasi berkualitas sehingga seluruh anggota keluarga benar-benar membangun hidup yang saling mencintai.


Refleksi

Aku telah belajar tentang kehidupan keluarga kristiani. Sekarang aku terpanggil untuk menjalankan hidup kristiani dengan lebih baik.

Sumber: 

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, 2021 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas XI Penulis: Mulyadi ISBN 978-602-244-708-5 (jil.2)




RAS, ETNIS, DAN GENDER

(Kejadian 1-2; Keluaran 22:21; Lukas 10:25-36; Roma 10:12;)  Pendidikan Agama Kristen dan Budipekerti Kelas XII  Tujuan Pembelajaran  Mengan...