BAB
V ALLAH MEMULIHKAN
KEHIDUPAN
BERBANGSA DAN
BERNEGARA
(Galatia 3:28 , Kolose 3: 11)
Pendidikan Agama Kristen dan Budhipekerti Kelas XII
Tujuan Pembelajaran :
- Menjabarkan makna pembaharuan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
- Menjelaskan alasan Indonesia membutuhkan pembaharuan Kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Mendaftarkan persoalan-persoalan yang ada dalam kehidupan bernegara dan berbangsa kemudian mendiskusikan jalan keluarnya.
- Mendaftarkan sikap dan kontribusi remaja kristen dalam turut serta menanggulangi berbagai persoalan yang ada.
Pada tahun 2025 negara kita memasuki usianya yang ke-80 tahun. Ini adalah
usia yang cukup panjang. Namun kalau kita perhatikan, selama perjalanan
bangsa kita yang sedemikian panjang, kita masih terus mengalami berbagai
pergolakan yang ditimbulkan oleh berbagai hal. Ada praktik korupsi yang
terjadi selama berpuluh tahun di masa Orde Baru, bahkan sampai sekarang pun
kita masih menyaksikan perbuatan sejumlah pejabat yang tidak bertanggung
jawab dan hanya ingin memperkaya diri sendiri. Ada masalah yang timbul
karena keberagaman suku bangsa dan agama, yang kadang-kadang
menimbulkan gesekan-gesekan di antara sesama warga bangsa. Ada masalah
kesenjangan ekonomi antara pusat dan daerah, ketidaksetaraan perlakuan
antara laki-laki dan perempuan (gender), ada berbagai peristiwa yang dapat
dinilai diskriminatif terhadap kelompok-kelompok minoritas, dll.
Pembelajaran ini akan mendorong pemiikiran kritis remaja Kristen untuk
memahami persoalan-persoalan yang dihadapi oleh bangsanya dan muncul
kecintaan serta tekad untuk turut serta menggumuli masalah-masalah tersebut.
Pembahasan ini juga memotivasi remaja untuk menyadari tanggung-jawabnya
sebagai warga negara dalam turut serta berperan dalam menanggulangi
persoalan yang ada. Paling tidak melalui berbagai kegiatan yang ada dalam
sekolah maupun di luar sekolah.
A. Persoalan-persoalan yang Dihadapi oleh
Bangsa Kita
1. Kemiskinan dan korupsi
Tingkat kemiskinan di negara kita sesungguhnya masih sangat tinggi. Ketika
bahan ini ditulis, Indonesia mengalami krisis yang hebat yang disebabkan
oleh merebaknya virus COVID-19 yang menyebabkan bukan hanya kematian
banyak orang, tetapi juga kematian kehidupan ekonomi baik di kalangan
perusahaan-perusahaan besar dan mereka yang bergerak di aktivitas ekonomi
UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah).
Kesenjangan ekonomi di negara kita masih terlihat lebar sekali. Ada orangorang yang sangat kaya, sehingga mereka bisa dengan mudah melakukan
wisata ke negara-negara Eropa, Amerika Serikat, Jepang, dll. Kelas pesawat
terbang yang mereka tumpangi pun adalah kelas yang mahal, bukan kelas
ekonomi yang murah. Uang tidak menjadi masalah bagi mereka.
Sementara itu, masih banyak sekali orang yang miskin. Bahkan untuk
makan besok pagi pun mereka mungkin tidak punya uang. Kalau mereka
sakit, mereka tidak mau ke dokter, atau ke puskesmas, karena anggapannya
pasti harus keluar uang banyak untuk beli obat, dll. Akibatnya, kondisi
mereka semakin buruk: makan seadanya, kadang-kadang hanya nasi dengan
garam atau kecap saja. Akibatnya, kesehatan tidak dirawat dan kondisi tubuh
melemah. Tidak heran kalau harapan hidup mereka lebih rendah.
Kesenjangan ekonomi ini juga terlibat dari ketersediaan lapangan kerja.
Lapangan kerja paling banyak tersedia di P. Jawa. Yang lainnya mungkin harus
bekerja di kebun-kebun sawit, pabrik-pabrik di luar Pulau Jawa.
2. Keberagamaan Beragama
Bangsa Indonesia terdiri dari ribuan suku dan banyak agama. Menurut sensus
penduduk oleh BPS 2010 ada sekitar 1340 suku bangsa di Indonesia dengan
718 bahasa, dan 6 agama resmi, serta mungkin puluhan atau ratusan agama
lokal. Masalah pengakuan terhadap 6 agama resmi ini, Islam, Kristen, Katolik,
Buddhisme, Hindu, dan Konfusianisme, menimbulkan masalah sebab, jumlah
pengikut agama-agama itu tidak sama. Islam adalah agama yang paling banyak
pengikutnya (85%).
Namun demikian, di luar itu kita harus mengakui bahwa ada daerah-daerah
tertentu di Indonesia yang dihuni oleh agama-agama yang minoritas, tetapi
menjadi mayoritas di wilayahnya. Misalnya, di Sumatera Utara, Sulawesi
Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat dan Papua, kita menemukan
kantong-kantong Kristen. Di Bali ada komunitas Hindu yang sangat besar
jumlahnya (sekitar 3,6 juta).
Kemudian ada sejumlah agama setempat (mis. Parmalim di daerah Batak,
Kaharingan di Kalimantan, Sunda Wiwitan di Jawa Barat, Aluk Todolo di
Toraja, Marapu di Sumba, berbagai aliran kebatinan di hampir semua wilayah
Indonesia, dll.) yang seringkali dianggap bukan agama.
B. Tekanan dan Persekusi
Persekusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemburuan
sewenang-wenang terhadap seseorang atau sejumlah warga. Okunum atau
kelompok disakiti, ditumpas dianiaya. Sejak tahun 1993 persekusi diakui
sebagai salah satu bentuk kejahatan kemanusiaan dan pelakunya diproses
hukum. Berbagai Tindakan persekusi terjadi di Indonesia berkaitan dengan
berbagai perbedaan yang ada. Kita dapat menyaksikannya diberbagai media.
Dalam menghadapi persekusi, mungkin kita bisa belajar dari Nadirsyah
Hosen, seorang dosen Indonesia yang mengajar di sebuah univesitas di
Australia. Ia menceritakan pengalamannya, bahwa memang tidak mudah
mendirikan masjid di Australia. Rencana pembangunan gedung ibadah apapun
di Australia harus mengikuti rencana kota. Apabila rencana yang diajukan
sesuai, dengan pertimbangan jumlah umat, jumlah kendaraan dan tempat
parkir memadai dan dampak suara yang dijamin tidak akan mengganggu
masyarakat sekitar, kemungkinan rencana itu bisa disetujui.
Keberatan yang mungkin timbul dari masyarakat sekitar adalah apabila
gedung itu diperkirakan akan menimbulkan gangguan kehidupan masyarakat
di sana, dengan pengeras suara yang besar. Apalagi kemudian muncul
kecenderungan para imigran – yang umumnya beragama berbeda dengan
masyarakat penghuni di daerah itu – kemudian pindah ke sekitar tempat ibadah
itu. Hal itu dianggap akan mengganggu keseimbangan jumlah penduduk di
situ dan mengganggu homogenitasnya. (Hosein, 2019).
C. Radikalisme Agama-agama
Kita juga menyaksikan tumbuhnya radikalisme agama-agama di berbagai
tempat. Seringkali hal ini dimulai di kalangan anak-anak SMA yang dididik
oleh guru-guru agama yang juga sudah terpengaruh oleh doktrin radikal.
Itu sebabnya dalam berbagai unjuk rasa kita sering menyaksikan kehadiran
remaja-remaja yang menyerukan berbagai semboyan radikal. Mereka pun
tidak jarang ikut melakukan perusakan terhadap berbagai fasilitas umum, atas
nama agama dan perjuangan iman.
Gejala ini kita bisa saksikan dari berbagai tempat hunian, tempat cuci
pakaian, bahkan label-label makanan binatang dan benda-benda tertentu yang
dikhususkan hanya untuk kelompok agama tertentu saja. Akibatnya terjadilah
sekat-sekat di antara masyarakat umum, yang mempersulit masyarakat untuk
hidup bersama dalam damai. Orang semakin dijauhkan satu sama lain, hanya
karena adanya perbedaan iman di antara mereka.
Yang semakin meresahkan adalah terbentuknya laskar-laskar di kalangan
berbagai agama yang ikut memperparah hubungan antar-sesama, dan
menajamkan gerakan radikal tersebut. Suasana kehidupan masyarakat yang
tenang bisa saja tiba-tiba berubah menjadi panas apabila ada sedikit saja
api yang menyulut. Laskar-laskar ini juga seringkali dimanfaatkan ketika
menjelang hari-hari raya keagamaan dan ketika suasana memanas di masamasa menjelang pemilihan umum atau pilkada sebagai kelompok-kelompok
penekan untuk menghasilkan suara bagi partai-partai tertentu.
Bagaimana sebenarnya pandangan Alkitab tentang keberagaman ini?
Orang-orang Yahudi di masa Yesus cenderung hidup eksklusif dan menjauhkan
diri dari bangsa-bangsa lain yang mereka sebut goyim atau bangsa-bangsa.
Mereka menganggap diri lebih unggul dan bersih daripada orang Samaria
yang darahnya bercampur dengan darah bangsa Asyur yang menduduki tanah
Israel utara sejak masa pembuangan pada sekitar tahun 700an seb.M.
Sebaliknya, Yesus bertindak berbeda. Ia berbicara ramah dengan
perempuan Samaria di sumur Yakub (Yoh. 4:4-26). Bahkan Yesus sengaja
mengangkat tokoh seorang Samaria yang dijadikannya pahlawan dalam
perumpamaannya ketika seorang pedagang Yahudi dirampok habis-habisan
sampai hampir mati (Luk. 10: 25-37). Saat itu Yesus ditanyai oleh seorang ahli
Taurat, siapakah yang layak disebut sebagai sesama kita.
Dengan perumpamaan-Nya, Yesus seolah-olah menampar sang ahli
Taurat, ketika Ia bertanya, “Siapakah yang telah menjadi sesama bagi orang
yang malang itu?” Yesus menyuruh sang ahli Taurat untuk memilih dari tiga
tokoh sebelumnya, yaitu seorang Farisi, orang Lewi, dan kemudian orang
Samaria. Dalam keterdesakan, si ahli Taurat dipaksa Yesus secara halus untuk
menjawab, “orang yang telah menolong orang yang malang itu.” Perhatikan,
ia bahkan tidak mau menyebut nama etnis orang Samaria itu karena nama itu
terlalu najis baginya!
Yesus menolak radikalisme agama-agama. Ia meruntuhkan temboktembok yang memisahkan masyarakat dan tidak membeda-bedakannya
berdasarkan agama, suku, ras, kelas sosial, dll. Dalam Galatia 3:28, Paulus
mengatakan, “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak
ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena
kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” Ini diwujudkan dalam gereja
perdana yang terbuka bagi semua orang, kelas, bangsa, jenis kelamin. Bahkan
seorang sida-sida dari Etiopia, yang jenis kelaminnya tidak jelas dibaptiskan
oleh Filipus (Kis. 8:27-39). Padahal di masa itu, orang Yahudi sama sekali
tidak menerima orang seperti ini, baik di masyarakat maupun di dalam ruang
ibadah.
Bagaimana pandangan Kristen terhadap kehadiran agama-agama lain?
Apakah kita bisa menemukan kebenaran di dalam agama-agama itu? Ada tiga
pendekatan terhadap masalah ini, yaitu eksklusif, inklusif dan pluralis.
Pendekatan eksklusif menyatakan bahwa agama Kristen adalah satusatunya agama yang benar, sementara yang lainnya salah. Bahkan sebagian
orang menyebutnya sebagai ciptaan kuasa jahat. Pendekatan ini seringkali
menggunakan ayat dari Yohanes 14:6 yang mengutip kata-kata Yesus, “Akulah
jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada
Bapa, kalau tidak melalui Aku.”
Pendekatan inklusif menyatakan bahwa agama Kristen adalah yang benar
dan paling sempurna. Namun, kebenaran juga dapat ditemukan di dalam
agama-agama lain. Dalam Surat Ibrani 1:1-2, kita menemukan kata-kata ini:
“Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai
cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabinabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan
perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak
menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam
semesta.
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa Allah tidak membiarkan bangsabangsa berjalan di dalam kegelapan. Allah mengangkat nabi-nabi dan utusanutusan-Nya untuk menyampaikan perintah-perintah-Nya supaya setiap orang
bisa berjalan di dalam terang.
Pendekatan pluralis menyatakan bahwa ada puluhan ribu agama di dunia
yang sama-sama sah dan benar, apabila dilihat dari budaya mereka masingmasing. Untuk pendekatan terakhir ini, kita tidak bisa menemukan ayat-ayat
Alkitab yang mendukungnya. Namun demikian, para pendukung pendekatan
ini cenderung mengatakan bahwa mereka sudah lelah dengan pertikaian yang
mempertentangkan mana agama yang benar. Sudah terlalu banyak peperangan
yang dilakukan atas nama agama. Jadi, dasar pendekatan ini lebih bersifat
kemanusiaan.
Di sini dapat dikutip pandangan Dalai Lama, seorang pemimpin agama
dari Tibet. Suatu kali beliau ditanyai demikian, “Bukankah semua agama
mengajarkan hal yang sama? Mungkinkah kita mempersatukan semuanya?”
Dalai Lama menjawab:
“Orang dari berbagai tradisi harus mempertahankan tradisinya masingmasing dan bukan menukarnya. Namun, sebagian orang Tibet memilih
Islam, jadi ikutilah. Sebagian orang Spanyol memilih agama Buddha, jadi
ikutilah. Tetapi, pertimbangkanlah dengan hati-hati. Jangan lakukan itu
hanya karena ikut-ikutan. Ada orang yang awalnya Kristen, lalu pindah
menjadi Muslim, lalu pindah menjadi Buddhis, lalu tidak beragama.
Di Amerika saya bertemu dengan orang-orang yang memeluk agama
Buddha, lalu mengganti pakaiannya! Seperti penganut Zaman Baru.
Ambil sedikit dari ajaran Hindu, ambil lagi dari Buddha, sedikit, sedikit…
Itu tidak sehat.
Bagi masing-masing pemeluk, menganut satu kebenaran, satu agama,
sangat penting. Beberapa kebenaran, beberapa agama, itu kontradikitf. Saya
Buddhis. Karena itu agama Buddha adalah satu-satunya kebenaran dan
agama untuk saya. Untuk teman Kristen saya, agama Kristen adalah satusatunya kebenaran dan agama. Untuk teman Muslim saya, Islam adalah
satu-satunya kebenaran dan agama Saya menghormati dan mengagumi
teman-teman Kristen dan Muslim saya. Bila kita mempersatukan dalam
arti mencampur-adukkan, itu tidak mungkin. Sia-sia.”
Nah, bagaimana pendapat kamu? Coba diskusikan dengan teman
sebangkumu, lalu diskusikan juga bersama seluruh kelas dan gurumu.
Yang penting kita lakukan adalah bagaimana kita belajar untuk terbuka dan
menerima sesama kita. Dengan demikian, radikalisme agama seperti di atas
tentu tidak akan terjadi.
D. Patriarki
Kata patriarki berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu “pater” (ayah)
dan “arkhe” (kepemimpinan). Dari sini jelas bahwa kata patriarki bermakna
bahwa kepemimpinan dan kekuasaaan berada di tangan sang ayah, atau lakilaki. Dalam keadaan ini, ayah atau pihak laki-lakilah yang menentukan segalagalanya dalam kehidupan ini. Pihak perempuan menduduki posisi kelas dua.
Merek diharapkan diam di dalam rumah saja, tidak usah ikut-ikutan mengatur
masyarakat. Apalagi menjadi pemimpin di masyarakat.
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa tempat perempuan itu hanyalah
“di dapur, sumur dan kasur”. Artinya, peranannya hanyalah memasak,
mencuci piring, pakaian, dll. dan melayani suami dalam kebutuhan seksnya
dan melahirkan anak. Benarkah demikian?
Tokoh-tokoh perempuan pemimpin di negara kita telah menunjukkan
bahwa perempuan layak terjun ke masyarakat. Di Minahasa kita mengenal Ny.
Maria Walanda Maramis yang merintis pendidikan di Minahasa dan bahkan
sampai ke Jawa dengan organisasi PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak dan
Temurunannya) untuk mengembangkan pendidikan untuk perempuan supaya
mereka bisa bergaul dan berani mengemukakan pemikiran-pemikirannya.
Di Jawa Barat, ada Dewi Sartika yang juga mendirikan “Sekolah Raden
Dewi” yang menyebar ke seluruh Jawa Barat. Di kota Jepara ada R.A.
Kartini yang fasih berbahasa Belanda dan melakukan surat-menyurat dengan
temannya di Belanda, Ny. Abendanon. Di dalam surat-suratnya Kartini
menunjukkan keprihatinannya akan kedudukan perempuan saat itu, dan
kurangnya pendidikan yang bisa mereka nikmati.
Ny. Maria Walanda Maramis dalam Perangko.
Sumber: Domain publik
Para tokoh perempuan di atas hanyalah sebagian kecil dari tokoh-tokoh
perempuan Indonesia yang bisa bahas di sini. Merekalah orang-orang yang
berani bertindak untuk mengangkat derajat kaum perempuan Indonesia supaya
menjadi setara dengan kaum laki-laki. Patriarki perlu dihancurkan, supaya
perempuan tidak lagi ditempatkan di garis belakang, melainkan bisa diberikan
peran sebesar-besarnya sesuai dengan kemampuan mereka.
Di masa modern, kita melihat sejumlah perempuan hebat yang menduduki
jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Sebut saja Megawati Soekarno Puteri
yang menjadi Presiden RI yang ke-5. Sri Mulyani yang menduduki jabatan
menteri keuangan dan berkali-kali terpilih sebagai menteri keuangan terbaik di
Asia. Ada pula Susi Pudjiastuti yang tidak sampai lulus SMA, namun berhasil
luar biasa dalam bisnis perikanannya. Ia kemudian diangkat menjadi menteri
kelautan dan perikanan yang terkenal sangat berani dalam menenggelamkan
kapal-kapal pencuri ikan di perairan Indonesia. Nama yang layak juga disebut
adalah Susi Susanti, pahlawan bulutangkis yang pertama kali merebut medali
emas dalam Olimpiade.
Dengan uraian di atas kita bisa melihat bahwa kaum perempuan Indonesia
sudah banyak mengalami kemajuan, sehingga kedudukannya cukup lumayan
untuk tingkat Asia. Namun di balik itu, kita masih harus mencatat beberapa hal
yang masih sangat kurang. Kita masih sangat kurang melihat kepemimpinan
perempuan di sinode-sinode gereja kita.
Selain itu, di masyarakat masih ada kasus-kasus keluarga yang lebih
mengutamakan anak laki-laki dalam menempuh pendidikan. Anak perempuan
kurang didorong untuk sekolah tinggi-tinggi karena adanya anggapan bahwa
akhirnya mereka akan ke dapur juga.
Di dunia kerja kita masih menemukan perempuan yang dibayar lebih
rendah daripada laki-laki. Padahal jenis pekerjaan yang mereka lakukan
sama. Mengapa ini bisa terjadi? Meskipun banyak persoalan yang dihadapi
oleh perempuan, berkaitan dengan keadilan namun ada juga kabar baik. Pada
Bulan April 2022 ada berita gembira bagi kaum perempuan, Tanggal 12 April
DPR RI telah mensahkan UU kekerasan seksual yang seringkali menjadikan
perempuan sebagai korban. UU ini memberikan perlindungan hukum bagi
kaum perempuan yang menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual. Hal
ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap perjuangan kaum perempuan
di Indonesia.
E. Kesenjangan Gender
Di sini kita harus mencatat bahwa masalah patriarki tidak bisa dilepaskan dari
masalah kesenjangan gender. Selama patriarki masih bertahan, kesenjangan
gender masih akan terus hadir di masyarakat kita. Kesenjangan gender sudah
disinggung di atas dengan contoh-contoh perbedaan gaji di antara laki-laki
dan perempuan, kesempatan kerja yang lebih mengutamakan laki-laki,
sehingga muncul kesan tentang adanya pekerjaan laki-laki dan perempuan.
Ada beberapa jenis pekerjaan yang dianggap lebih cocok untuk perempuan
mis.: desainer, sekretaris, perawat, apoteker, pelayan toko, kasir, dll. Padahal
sebetulnya laki-laki juga bisa mengerjakan semua itu. Bahkan tugas-tugas
kerumahtanggaan pun bisa dikerjakan laki-laki. Namun masyarakat pada
umumnya masih menganggap aneh kalau seorang laki-laki tinggal di rumah
dan menjaga anak, membersihkan rumah, memasak, dll. sementara istrinya
bekerja di kantor. Bagaimana pendapat kamu mengenai hal ini?
Untuk mengatasi berbagai
prasangka buruk tentang
semua itu, memang dibutuhkan
keberanian untuk mengubah
cara berpikir. Di sejumlah negara
kita menyaksikan bagaimana
rakyatnya telah berani memilih
perempuan sebagai pemimpin
mereka. Saat ini ada sembilan
perempuan pemimpin yang
berhasil memimpin negaranya
hingga bebas COVID-19, virus
yang sangat berbahaya dan
mematikan. Dari ke-9 tokoh itu, ada satu
orang presiden, dan ia adalah
seorang perempuan Asia, dari
Taiwan. Namanya Tsai Ing-wen.
Tsai Ing-Wen
F. Penjelasan Bahan Alkitab 1. Galatia 3:28
Perbedaan yang ditekankan kaum Yudais mengenai perbedaan latar belakang,
sekarang setelah kedatangan Yesus dihapus. Di dalam Kristus kita menjadi
satu. Tidak ada hambatan bagi siapa saja untuk menjadi seorang Kristen.
Arogansi Yahudi terhadap bangsa-bangsa lain, budak, dan wanita telah benarbenar dihapus. Perbedaan ini tidak berlaku untuk keselamatan (Roma 3:22;
1 Korintus 12:13; dan Kolose 3:11), namun ini tidak berarti bahwa kita tidak
lagi merupakan laki-laki atau perempuan, budak atau orang merdeka, Yahudi
atau Yunani. Perbedaan-perbedaan itu tetap ada dan ada bagian yang berbicara
tentang perbedaan-perbedaan ini, namun dalam hal menjadi seorang Kristen
tidak ada hambatan. Setiap penghalang yang didirikan oleh manusia yang
membenarkan diri sendiri, legalistik atau bias, telah dirobohkan oleh Kristus
sekali dan untuk selamanya. Sikap eksklusif kaum Yahudi telah dikoreksi oleh
Paulus bahwa di dalam Kristus semua orang sama. Tidak ada yang superior
dan inferior, hanya Kristus yang dimuliakan.
2. Kolose 3: 11
Pada ayat sebelumnya Rasul Paulus mengucap syukur kepada Allah
sehubungan dengan kehidupan jemaat Kolose yang semakin mengalami
kemajuan dalam iman dan kasih. Paulus meyakinkan orang-orang percaya
di Kolose dalam Kitab Kolose 2:6-7, bahwa karena mereka telah menerima
Kristus maka mereka harus tetap hidup di dalam Dia, berakar di dalam Dia,
dibangun di atas Dia dan tetap bertambah teguh dalam iman kepada Dia.
Jikalau kita memperhatikan dengan saksama keseluruhan surat kolose dari
pasal 1 sampai dengan pasal 4, maka salah satu hal yang ditegaskan oleh rasul
Paulus ialah berkenaan dengan tuntutan Allah kepada setiap orang percaya
untuk senantiasa hidup baru dan menjadi manusia baru. Untuk itu setiap orang
percaya yang telah diselamatkan oleh Allah seharusnya hidup dalam kebaruan
sejati.
Dalam Roma 8:13, Rasul Paulus mengungkapkan sebuah kebenaran
penting tentang upaya setiap orang percaya untuk menanggalkan manusia
lamanya, yaitu dengan cara hidup senantiasa dalam Roh. Hal ini sangat
beralasan karena tidak mungkin “daging dapat meyelesaikan masalah daging” tetapi sebaliknya hanya “Rohlah yang dapat menyelesaikan masalah daging”
sehingga oleh karenanya maka Paulus katakan “Sebab, jika kamu hidup
menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan
perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup” (Roma 8:13). Setiap orang
percaya yang hidup dalam kebaruan sejati tidak hanya menanggalkan manusia
lama tetapi juga harus siap untuk mengenakan manusia baru. Manusia baru
yang dimaksud menunjuk pada cara berpikir serta cara bertindak yang berbeda
dengan kehidupan lama yang pernah dihidupi. Paulus mengungkapkan model
manusia baru yang harus dikenakan, yaitu manusia baru yang penuh dengan
belas kasihan, penuh dengan kemurahan, penuh dengan kerendahan hati,
kelemahlembutan dan kesabaran. Mengenakan manusia baru merupakan
sebuah kewajiban dari setiap orang yang hidupnya telah diselamatkan dan
diperbaharui oleh Allah sehingga bukan sebuah pilihan mau atau tidak mau
(suka tidak suka). Penegasan Rasul Paulus tentang mengenakan manusia baru
menunjuk pada tindakan untuk mengenakan ”pakaian” manusia baru secara
utuh dan bukan sepenggalsepenggal (sebagian). Termasuk di dalamnya pakaian
lama yang harus ditanggalkan adalah budaya superioritas yang menempatkan
yang lain sebagai inferior. Misalnya, memandang orang lain yang berbeda
latar belakang dengan kita sebagai orang “rendah”. Semua manusia tanpa
kecuali memiliki harkat dan martabat.
G. Refleksi
Allah berkuasa memulihkan kehidupan manusia. Allah sanggup memulihkan
kehidupan suatu bangsa dan negara. Pemulihan itu selalu diikuti dengan
pembaharuan. Pembaharuan yang terjadi itu merupakan Kehidupan
dalam kebaruan sejati dan hal itu ditandai dengan adanya tindakan untuk
menanggalkan kehidupan lama/cara hidup lama yang dikuasai oleh dosa.
Tindakan menanggalkan manusia lama ini beranjak dari sebuah kenyataan
bahwa Yesus Kristus telah mematahkan kuasa dosa serta membebaskan kita
dari kekuatan dosa yang membelenggu kita sehingga tidak ada alasan bagi
kita untuk tidak menanggalkan manusia lama tersebut. Pembaharuan hidup
diwujudkan melalui karya Roh Kudus yang adalah Roh kebenran.
Sumber :
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI
REPUBLIK INDONESIA, 2021
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti
untuk SMA/SMK Kelas XII
Penulis: Janse Belandina Non-Serrano
ISBN: 978-602-244-702-3 (jil.3)