Translate

Kamis, 28 Mei 2020

Gereja, Ekologia dan Teologi

Sumber gambar: diambil dari buku "the hermetic museum" karya Arthur Edward Waite, hal.249

         Allah menciptakan alam semesta "amat baik" (tobh me'odh) dalam penggambaran ini bukan hanya manusia yang diciptakan amat baik akan tetapi semua ciptaan diciptakan amat baik termasuk jagad raya dan seisinya. Kejadian 1:1-2:4, menjadi rujukan teologis tentang penciptaan. Menurut Walter Brueggemann mengatakan bahwa teks Kejadian menggambarkan narasi liturgis, yang menyampaikan kisah penciptaan secara sistematis. Sebuah penciptaan Evolusi Deistik dan Evolusi Teistik. menurut Rick Cornish, Allah menciptakan materi dan energi, mengatur hukum-hukum alam serta mengembangkan materi dan energi. Akan tetapi proses penciptaan berhenti dan membiarkan evolusi berkembang dengan sendirinya. Allah mempertahankan peran-Nya dengan melibatkan diri dengan aktif dalam proses evolusi, Ia menciptakan natur spiritual dan menanamkannya pada gambar dan rupa Allah yaitu Adam. Menjadi gambaran dalam narasi liturgis, bahwa Adam menjadi peran dan lakon dari kisah penciptaan. Peran penting manusia tertuang dalam sebuah tugas atau mandat Allah dalam "God Will" (Kejadian 1:28 dan 2:15). Kisah penciptaan memberi sumbangsih atas cara-cara yang dapat menanggulangi krisis ekologi atau krisis lingkungan yang sekarang kita hadapi.
    Kejatuhan manusia menyebabkan terganggunya hubungan antara umat manusia, Allah dan bumi. Kejatuhan yang sangat dalam menyangkut tanggung jawab antara manusia dengan penyalah guna yang disertai dari dosa yang mula-mula kejatuhan manusia (Kejadian 3:1-24) membuat bumi yang semula baik keadaannya menjadi sangat keras sehingga dosa mengutuk semua manusia harus bekerja keras dan berpeluh untuk bisa hidup, sebagai konsekuensi tanah menjadi terkutuk (Kejadian 3:17). Kain dan Habel menjadi bentuk representasi dari kecemburuan dan berujung dengan pembunuhan (Kejadian 4:1-16) dan konsekuensi dari dosa Kain adalah penolakan dan pengucilan.
      Dampak dosa yang tidak terelakan merusak dan mematahkan hubungan pribadi, sosial dan menyeluruh. Ketika manusia dikuasai oleh keinginan dan menjadi egois, pada saat itulah ia akan tidak mau berempati terhadap sesamanya bahkan lingkungan di sekitarnya. Gereja-gereja pada saat ini menghadapi dua tantangan tantangan dari beberapa faktor dalam (internal) dan dari luar (eksternal).


1. Faktor Eksternal

a. Perubahan Sosial
    Pemahaman kesakralan alam merupakan wujud dari penghormatan terhadap alam, dalam narasi liturgis penciptaan. Manusia diciptakan terakhir untuk menerima mandat kultural sebagai, tugas yang berdampak besar bagi perkembangan dunia, dari lokal sampai aras Global. Dengan demikian manusia bertanggung jawab dalam semua bidang kehidupan dan untuk memelihara, serta mengasihi segala mahluk yang hidup di bumi ini. Natur manusia dalam free will mendorong manusia memiliki kebebasan untuk memilih keputusan sehingga mendorong manusia untuk jatuh dalam dosa, hal ini merupakan tabiat manusia untuk melanggar mandat kultural. Manusia menghadapi tantangan yang menggeser perubahan sosial diantaranya kemajuan IPTEK dan dinamika industi pertanian.

1) Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
 Perkembangan zaman mendorong manusia untuk berkembang begitu juga ilmu pengetahuan. Keinginan manusia untuk memudahkan hidupnya mendorong untuk membuat inovasi-inovasi, perlu mendapat perhatian bahwa setiap perkembangan teknologi selalu menjanjikan kemudahan, efisiensi, serta peningkatan produktivitas. Memang pada awalnya teknologi diciptakan untuk mempermudah manusia untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, kemudahan menggunakan teknologi serba digital: komputer, internet, mesin ATM, telepon, handphone, dan sebagainya, semuanya digerakkan secara digital. Hal ini sekarang dimudahkan dengan sebuah perangkat smartphone yang memudahkan seseorang bertransaksi bahkan memesan apapun hanya digenggaman tangan.
 Kemajuan teknologi menyebabkan seseorang lebih sibuk dengan handphone sehingga kepekaan sosial semakin berkurang, sosial media bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk bersuara berpendapat, akan tetapi hal itu mengurangi kepekaan terhadap lingkungan sekitar, kencenderungan untuk update status serat menanggapi brita viral yang belum tentu kebenarannya. Hal tersebut menjadi keseharian untuk mengisi luang dengan mencari berita dan bersosial media.

2) Dalam bidang industri pertanian
    Dalam negara maju yang mencakup 25% penduduk dunia, tetapi mereka mengonsumsi 80% sumber-sumber dunia, akan tetapi semua memiliki daya dukung yang terbatas. Dalam mencukupi kebutuhan kecukupan pangan petani petani komersial memiliki pola penanaman varietas tunggal (monokultur), hal ini membuat hasil panen menjadi maksimal dan tingkat keberhasilan panen meningkat, dibantu dengan penyerbukan angin. 
  Keinginan mendapatkan hasil lebih mendorong petani menggunakan varietas bibit yang sudah di kembangkan dalam ilmu pertanian menggunakan bibit hibrida (rekayasa tanaman penyilangan tanaman dari varietas unggul), Hal ini menyebabkan ketergantungan petani akan penggunaan pupuk, dan juga rentan terhadap hama dan penyakit. Berbeda dengan varietas tanaman lokal yang tahan penyakit serta penggunaan pupuk yang sedikit karena varietas lokal lebih tahan dengan lingkungan sekitar. Penggunaan pupuk kimia dalam lahan mono kultural dan juga penggunaan alat berat mengakibatkan hilangnya sumber-sumber genetis. Penggunaan pupuk organik juga tidaklah mudah, dengan cara yang rumit dan juga membutuhkan sistem irigasi yang rumit membuat petani lebih tertarik menggunakan pestisida dan urea.

b. Alam
    Prinsip interelasi ekologi adalah sebagian kecil untuk mencukupi kebutuhan manusia dalam memenuhi kebutuhannya dalam pembangunan, manusia menghadapi persoalan besar terhadap perlindungan alam. Proses penghancuran ekologi semakin tidak terkontrol, perusakan hutan tropis meliputi 14% dari permukaan Bumi. Sekarang hanya tersisa sekitar 6%, 1 sampai 1,5 hektar hutan. Data dari tahun 2006 : salah satu contoh dikawasan Muria tepatnya di tiga kabupaten Kudus, Pati, Jepara luas lahan kritis mencapai 39,24840 hektar dari kurang-lebih 11.242,70 hektar kawasan hutan dan 41.171 hektar kawasan daerah aliran sungai. Pembongkaran batu kapur atau karsh mengancam kelangsungan hidup di Indonesia. Peristiwa exploitasi dalam galian tambang seperti galian C, yang berbahaya karena penambangan yang tidak ramah lingkungan dan resiko yang di timbulkan. Resiko bagi penambang dan resiko secara ekologis serta keberlangsungan ekosistem.
    Bencana tidak dapat diprediksi kapan dan bagaimana akan terjadi. Karena sebuah perkiraan hanyalah sebuah asumsi dari para ahli geologi, untuk memprediksi kapan bencana itu akan terjadi hanyalah sebagai hipotesis dari perkiraan bencana. Berikut penyebab terjadinya bencana:

1) Letak Geografis
    Indonesia yang berada dalam ring of fire  (lingkaran api atau cin-cin api), dan letak geografis Indonesia yang berada dalam tiga lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik  yang bisa bergerak sewaktu-waktu serta berpotensi terjadinya gempa bumi dan tsunami.

2) Iklim
  Keberadaan kutub utara dan kutub selatan merupakan medan magnet yang menjaga kestabilan bumi dan merupakan daerah terdingin di bumi seperti di Antartika suhu bisa mencapai - 89,2 oC. Ada lagi daerah terpanas di dunia seperti El Aziziah, Libia, suhu disana pernah mencapai 57 oC. Bumi yang diliputi lapisan lapisan litosfer (kerak bumi yang di akibatkan proses vulkanik atau daratan) dan hidrosfer (bagian lapisan air yang menutupi atau berada di bumi). Lebih dari 70% air menutupi lapisan bumi, keberadaan air ini justru menunjang setiap sendi kehidupan yang ada di bumi. Hingga menjelang abad 20, kondisi bumi masih normal. 
    Belakangan ini ketika manusia semakin gencar melakukan perusakan alam terlebih perusakan hutan dan pembakaran, air laut perlahan-lahan naik mengancam kehidupan mahluk. Naiknya ketinggian air laut ini di akibatkan oleh kerusakan lapisan ozon sehingga tidak bisa memantulkan radiasi matahari, sehingga bisa mengakibatkan kenaikan suhu (efek rumah kaca) dan cuaca extream yang terjadi di abad 20. Kerusakan lapisan ozon di pacu karena emisi gas karbon dan CFCs "Chloro Fluoro Carbon" yang lebih dikenal sebagai freon, bahan gas yang digunakan untuk pendingin udara AC "air conditioner"  ataupun kulkas. Industri dan kegiatan sehari-hari manusia juga menghasilkan CO2 dari emisi kendaraan dan industri pabrik. Manusia sudah terlalu banyak mengekploitasi bumi. Kerusakan alam membuat ekosistem terganggu dan menyebabkan disharmoni yang berujung pada bencana.


2. Faktor Internal

a. Pengajaran
  Tantangan dari dalam (Internal) kesadaran gereja untuk menunjang pelayan secara holistik masih sangat terbatas, gereja lebih bersifat elsklusif ke dalam seperti Kebangkitan Kebangunan Rohani (KKR), dan sejenisnya. Porsi pelayanan tentang kebecanaan dan ekologi masih belum maksimal. Sangat minim dibandingkan dengan program-program yang bersifat ritual. Gereja mempunyaitanggung jawab untuk menyatakan kasih Allah dalam kata-kata dan perbuatan, keselamatan yang diberikan Allah bukan hanya mengenai hati manusia dengan hubungan dengan Tuhan Allah akan tetapi dalam keselamatan yang utuh atau menyeluruh, sebagai jawaban atas kesalahan dan kecelakaan manusia.

1) Tugas manusia sebagai mandat ciptaan terabaikan
    Manusia menjadi ciptaan yang istimewa karena manusia berbeda dari ciptaan lainnya serta manusia berbeda dengan malaikat, manusia diciptakan dengan menggunakan gambaran dan rupa Allah (Kejadian 1:26), semua itu merujuk bukan hanya sedikit mirip dengan Allah, manusia juga memiliki dan menunjukkan sebagian sifat-sifat Allah. Allah menggunakan diriNya sebagai rancangan pada saat menciptakan manusia. 
  Manusia diciptakan sebagai mitra Allah sehingga manusia dapat berhubungan dengan Allah, itu sebabnya Allah menggunakan gambar Allah untuk membentuk manusia. Gambar Allah dalam diri manusia menunjukkan adanya hubungan yang unik antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan ciptaan lainnya. Sebagai gambar Allah manusia mengemban tugas dari Allah sebagai kehendak Allah (God Will) sebagai wakil Allah atas segala ciptaan (Kejadian 1:26) untuk mengatur dan memelihara, serta menjadi pekerja Allah untuk memelihara ciptaannya (Kejadian 2:15). 
 Kejatuhan manusia menjadi sebuah keputusan manusia untuk menentang perintah Allah "free will". Kehendak bebas menjadi sebuah tindakan manusia untuk memilih keputusan melawan kehendakNya, hal ini yang menjadi sebab manusia jatuh dalam dosa, jadi dosa adalah ketidak percayaan bahwa kita ada hubungan dengan Allah dan tidak taat pada kehendak Allah (god will), ketidak percayaan dan ketidak adilan termasuk dosa. Dalam Alkitab diterjemahkan dalam arti yang sama yaitu dosa dalam pandangan pribadi (ketidak percayaan), terhadap alam (krisis lingkungan) dan dosa sosial dalam pandangan sosial (Ketidak Adilan).

2) Pemahaman Diakonia
   Sering kali pemahaman diakonia hanya dipahami sebatas pemberian bantuan materi, kepada orang-orang yang didalam kesusahan, sehingga diakonia hanya dikenal sebagai diakonia karikatif. Pelayanan yang holistik dibutuhkan untuk menunjang manusia hidup dalam keadilan, kurangnya pemahaman tentang bahaya krisis lingkungan bisa berdampak domino, sehingga bisa menimbulkan dampak yang lebih besar lagi dan membutuhkan penanganan lama untuk pemulihan. Hal tersebut bisa berupa bencana atau wabah kegagalan panen untuk pertanian dan industri. Diakonia transformasi diperuntukkan untuk merubah pemahaman bahwa diakonia tidak hanya sebatas menjadi tim TAGANA (Tim Tanggap Bencana). Akan tetapi ikut andil dalam migrasi bencana.

b. Peran Gereja dalam memelihara ciptaan
  Alam adalah satu-satunya untuk menjalani kehidupan bersama dengan mahluk lain, alam dengan berbagai isinya telah dianugerahkan kepada manusia, untuk kehidupan manusia (Kejadian 2:8-10). Manusia berada didalam alam, sebagai bagian tempat tinggal bagi manusia alam juga tempat tinggal untuk semua mahluk yang lain. Manusia diberi kewenangan menguasai alam walaupun manusia diciptakan terakhir akan tetapi memegang peranan untuk mengolah alam untuk menunjang kehidupannya.

1) Makna Tanggung Jawab terhadap Lingkungan
   Tanggung jawab terhadap lingkungan tidak lepas dari mandat Allah kepada manusia untuk menjadi penguasa atas ciptaan, mengelola dan merawat (Kejadian 1:28 dan 2:15). Tuntutan tanggung jawab manusi mengenai alam kepada Allah:

  • Dengan kewenangannya secara bebas manusia menguasai, mengelola dan menggunakan alam itu untuk menunjang kehidupannya.
  • Manusia juga harus memelihara dan mempertahankan kelestarian alam sebagai tempat tinggal dengan semua mahluk yang ada di dalamnya.
Motivasi tanggung jawab ini dilandasi kesadaran bahwa:
  • Manusia diberi mandat oleh Allah untuk mengelola alam.
  • Dalam mengelola alam disadari bahwa generasi kemudian juga berhak atas pengelolaan alam.
  • Kesadaran bahwa semua mahluk juga punya hak untuk hidup di alam.
Gereja sebagai wujud kehadiran Allah dimuka bumi harus ikut andil dalam menjaga ekologi, Gereja juga memiliki tanggung jawab terhadap ekologi. Sebagai wujud tanggung jawab dari Tri tugas gereja dalam bidang diakonia.

Refrensi :

    A. Noor de Graff, "Orientasi Diakonia Gereja: Teologi dalam Perpektif Reformasi",(Jakarta,2004)
     Celia Deane dan Drummond, "Teologi Dan Ekologi",(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015)
    Dr. Rick Cornish, "5 menit teologi",(Bandung, 2007)
        Emanuel Gerrit Singgih, "Dari Eden ke Babel: sebuah tafsiran kejadian 1-11",( Yogyakarta: kanesius,2011)
   G. Riemer, "Jemaat yang diakonia: prespektif baru dalam pelayanan kasih nasional dan internasional",(Jakarta,2004)
      Irene Ludji, "Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen Terhadap Krisis Ekologi" (Disampaikan dalam Seminar Studium Generale di Universitas Kristen Satya Wacana pada tanggal 1 Maret 2014).
        J. B. Banawiratman, dkk,"iman ekonomi dan ekologi refleksi lintas ilmu dan lintas agama", (Yogyakarta: Kanisius,1996)
  Koalisi Muria, "Lingkungan Muria: Mengelola Resiko Berkawan Dengan Alam", (Koalisi Muria, 2011)
      Nanang Martono, "Sosiologi perubahan sosial: perspektif klasik, modern, postmodern, dan postkolonial",(Jakarta,2012)
    PJ. Soerjadi, M.Th, "Dogma Menonite",(Diktat perkuliahan matakuliah teologi Menonite)
      Tim Penyusun Pokok-Pokok Ajaran GITJ, "Pokok-Pokok Ajaran Gereja Injil Di Tanah Jawa GITJ",(Pati,2007)
      Tim Editor Atlas dan Geografi, "Bencana Alam di Indonesia: Gempa Bumi",(Semarang, 2007)
      Smart Book Primagama Kurikulum 2013
     Walter Brueggemann, "Teologi perjanjian lama: kesaksian, tangkisan, pembelaan",(Maumere, 2009)

Rabu, 27 Mei 2020

Perdamaian dan Ekologi

Sumber gambar : diambil dari buku "The hermetic museum" karya Arthur Edward Waite, hal.151

          Damai merupakan keselarasan antara seluruh hubungan tidak ada konflik dan perselisihan damai digambarkan sebagai keindahan (mazmur 133:1) seperti kidung ziarah Daud. Damai sendiri digambarkan sebagai Shaloom dalam bahasa Ibrani dan eirene dalam bahasa Yunani, yang berarti damai sejahtera tidak ada permusuhan ataupun perselisihan semua hidup dengan rukun tanpa ada yang menindas atau yang tertindas semua hidup dengan harmonis, sehingga perdamaian merujuk pada upaya untuk menjaga atau memperbaiki bahkan merekonsiliasi dari hubungan antara ciptaan (manusia) dengan pencipta (Allah) dan seluruh karya pencipta (Kosmo).

1. Mandat Ilahi Sebagai Imagodei

    Pemahaman ulang tentang kitab Kejadian 1:26 merupakan sebuah representasi dari Allah untuk dunia, sering ayat ini digunakan sebagai sarana pembenaran untuk mengeksploitasi bumi sebagai gambaran yang berkuasa atas segala ikan dan burung, serta binatang yang merayap di bumi.

Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." (Kejadian 1:26 Terjemahan Baru)

        Kata kerja yang digunakan "gambar" adalah "Slm" dalam bahasa Ibrani yang berarti "gambar yang konkret, lebih mengarah ke sebuah objek patung atau figur citraan", sedangkan kata "serupa" menggunakan kata "demut" dalam bahasa Ibrani berarti "salinan, copy, gambar), sedangkan kata berkuasa adalah "rdh" dan "kbs", rdh dalam bahas Ibrani yang berarti "menguasai, memimpin sesuai dengan konteksnya", sedangkan kbs berarti "menguasai, menuntut atau meminta, melindungi".
       Menurut arti kata serupa dan segambar merupakan menunjukan hubungan Allah kepada manusia dengan semua ciptaan dalam transenden Allah, sehingga manusia menjadi pengusa yang mengelola dan merawat atau memelihara (Kejadian 2:15) sebagai wakil Allah di bumi, manusia dapat mengetahui akan Allah melalui hubungan antara Kosmo atau dunia, ataupun dalam diri manusia itu sendiri melalui Wahyu, ataupun kombinasi keduanya. Gambaran dari taman Eden adalah refleksi damai dalam relasi Allah, manusia dan ciptaan. Gambaran tentang perdamaian Allah dengan dunia juga direfleksikan dalam nubuat Yesaya tentang langit baru dan bumi baru (Yesaya 65:25).

"Serigala dan anak domba akan bersama-sama makan rumput, singa akan makan jerami seperti lembu dan ular akan hidup dari debu. Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di segenap gunung-Ku yang kudus," firman TUHAN. (Yesaya 65:25 Terjemahan Baru)

        Langit baru dan bumi baru merupakan pengharapan tentang perubahan yang di impikan oleh bangsa Israel didalam penjajah dan penggambaran akan dunia yang akan dipulihkan, yang tidak lagi mengalami kutuk sebagai mana yang di Sandakan Allah dalam Kejadian 3:23-24.
      Melalui Kristus manusia didamaikan dan merekonsiliasi hubungan antara manusia dengan Allah bahkan dengan seluruh ciptaan Roma 5:15.

"Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus." (Roma 5:15 Terjemahan Baru)

        Rekonsiliasi Yesus mendamaikan relasi antara Allah dan seluruh ciptaan Roma 8:18-23, karena setiap mahluk menantikan pengharapan akan kedatangan anak Allah. Karya Allah merupakan tugas manusia untuk mendatangkan damai sejahtera sebagai misio dei untuk menghadirkan kerajaan Allah di bumi serta menghadirkan Shaloom.

2. Mandat Cultur Manusia dengan Interdependensi

    Kemajemukan merupakan heterogen nitas dari sebuah lingkungan seperti halnya di Indonesia ada lebih dari 300 suku, yang masing-masing dengan bahasa dan budayanya. Seperti halnya kebudayaan yang beraga, berbanding denga agama. Agama menjadi sebuah pemisah dalam perdamaian didalam kemajemukan hal ini diperkuat dengan kepentingan masing-masing dengan isu-isu sarah didalamnya yang menyebabkan perpecahan. Semua agama mengajarkan kasih dan kasih sayang, hal itu memacu untuk hidup berdampingan dengan toleransi.
    Mengingat kedudukan antara umat manusia di dunia sama, pada akhirnya kekuatan moral jauh lebih menonjol ketimbang kekuatan fisik. Sehingga lebih mengutamakan pemikiran. Keindahan bertoleransi juga tertuang didalam kitab Perjanjian lama dalam 1 Raja-raja 5:12

"Dan TUHAN memberikan hikmat kepada Salomo seperti yang dijanjikan-Nya kepadanya; maka damai pun ada antara Hiram dan Salomo, lalu mereka berdua mengadakan perjanjian."

Dalam hubungan kerjasama dengan Hiram raja Tirus dengan Salom, meneruskan pembangunan Bait Allah. Tirus terkenal dengan Dewi Asyera (Dewi tumbuh-tumbuhan berhala pasangan Baal). Tirus yang terkenal akan seniman-senimannya dan terkenal sebagai industri logam dan pelabuhan perdagangan. Perbedaan tidak membuat hubungan bisnis dan kerjasama antara Hiram dan Salom menjadi rusak mengingat hukum Israel tidak memperbolehkan orang-orang Israel bergaul dengan bangsa lain. Hal ini dilakukan Salomo mengingat Salomo lebih mengutamakan hikmatnya dan kekuatan moral.

3. Mandat Ilahi Tanggung Jawab untuk Menciptakan Harmoni

   Manusia sebagai ciptaan yang dipilih Allah sebagai representasi dari Allah di dunia, hal ini mengindikasikan bahwa manusia merupakan ciptaan yang dapat berfikir serta memiliki moral sehingga dapat memikirkan keberlangsungan hidup. Berangkat dari realitas yang terjadi manusia mendominasi dan mengembangkan IPTEK.
 Dengan pesatnya pembangunan memunculkan paradigma baru tentang Ekologi, pebangunan yang pesat juga harus disertai dengan pengelolaan dan dampak jangka panjang pembangunan. Pemanfaatan alam sekitar sudah berlangsung sejak zaman neolitik hubungan antara manusia dan bumi, hal ini tidak berdampak serius pada dunia sebagai tempat tinggal manusia, hanya saja persoalan-persolan tentang pemenuhan kesejahteraannya dengan mengorbankan alam sekitar nya sebagai pendukung kehidupannya.
    Alam menopang kehidupan manusia sebagai bentuk perdamaian antara manusia dan alam, mengingat manusia tinggal dan bertahan hidup melalui bumi, setidaknya manusia perlu mengkaji lagi tentang keputusan untuk pembangunan dan juga kemajuan IPTEK yang ramah lingkungan green building.

4. Mandat Ilahi untuk Mengelola Kehidupan

    Mandat Ilahi kepada manusia untuk mengelola taman Eden sebagai mandate Ilahi manusia utuk mengelola kehidupan, mandat Allah bukahanya mengelola bumi akantetapi mandat Alla juga memerintahkan untuk memberiinama kepada setiap mahluk dan ciptaan.

Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.  Manusia itu memberii nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. (Kejadian 2:19-20, Terjemahan Baru)

      Pemberian nama kepada seluruh ciptaan merupakan representasi dari pengelolaan yang dilakukan manusia, bukan nhanya manusia bagian dari kosmos akantetapi keseluruhan dari ciptaan, sehingg manusia bukan hanya berperan sebagai mahluk sosial, tetapi juga sebagai mahluk ekologis atau kosmologis. Terhindar dari Antroposentrisme, bahwa nilai etika bukanhanya dimiliki manusia akantetapi setiap mahluk memiliki nilai Interistik dalam setiap unsur alam semesta (hewan, Tumbuhan dan matrial lainnya). Biosentris merupakam sebuah etika lingkungan yang memperhatikan Bios bahwa setiap kehidupan, bahwa setiap kehidupan memiliki nilai moral sehingga sehingga harus dilindungi dan diselamatkan, bahwa setiap mahluk memiliki hak yang sama untuk hidup sehingga Biosentris menolak penggolongan jenis atau antispesimen, yang menolak bahwa penindasan kepada mahluk yang lebih rendah secara deskriminatif dan eksploitatif, sehingga setiap mahluk memiliki kehidupannya sendiri.
     Teori yang sama dengan Biosentris adlalh ekosentrisme yang menekankan bahwa bukanhanya moral akan tetapi lebih luas dari itu yang mencakup komunitas ekologi seluruhnya. Dengan teori deep-ecologi yang bukanhanya berbicara tentang relasi organisme dengan lingkungan akan tetapi keterkaitan antara keduannya. Baik Biosentris dan ekosentrisme menolak tegas gagasan tentang paham Antroposentrisme, Menempatkan Bios (hidup, kehidupan) dan oikos (rumah, lingkungan) sebagai pusat seluruh ciptaan.
      Sudah menjadi tanggung jawab manusia sebagai penerima mandat Allah untuk mengelola dan  memiliki tanggung jawab sebagai bagian kehidupan alam semesta.
 Keberlangsungan seluruh ciptaan setidaknya dimulai dari inti perdamain sebagai persahabatan manusia dengan alam mengindikasikan bahwa manusia sebagai mahluk Biosentris dan ekosentrisme. Sehingga keberlangsungan seluruh ciptaan merupakan wujud perdamaiaan, menurut Fr. Silverster Manca:

"Manusia hidup bersahabat dengan alam, dan alam serta lingkungan menjadi sahabat manusia, manusia sesama kita adalah sahabat kita, binatang dan tumbuh-tumbuhan adalah sahabat kita, demikianpun benda-benda dan hutan, sungai dan isi dunia adalah sahabat kita."

       Harmonisasi alam dan manusia bahkan dengan alam semesta merupakan bagian dari perdamaiaan dan keadilan yang bertentangan dengan ketidakadilan, penindasan serta eksploitasi pandangan Silverster Manca mendorong manusia untuk menempatkan alam sebagai sahabat yang memiliki hak yang sama dengan dirimya khususnya hak untuk hidup. Alam ditempatkan pada posisi yang sejajar dengan manusia sebagai sesama mahluk yang saling membutuhkan oleh karena itu manusia patut untuk saling mehargai dan menghormati dengan alam, menciptakan perdamaan dan juga harmonisasi sebagai wujud perdamaan dengan alam.

Refrensi :

Abidin Wakano dkk, "Teologi Tanah: Prespektif Kristen Terhadap Ketidakadilan Sosio-Ekologi di Indonesia", (Makasar:Oase Intim, 2015).
Daniel Stefanus, "Pendidikan Agama Kristen Kemajemukan", (Bandung:Bina Media Informasi, 2009).
Djoko Priyatno, " Damai Indonesiaku", (Semarang:Sarana Gracia, 2019).
Fr. Silverster Manca, "Biduk Majalah Seminar Tinggi ST. Petrus: kesadaran Ecologi", (Maumere:Paniraindonesia, 2011).
Larry L. Rasmussen dkk, "Agama Filsafat dan Lingkungan Hidup",(Yogyakarta:Kanisius, 2003).
Thomas Hidya Tjaya, "Kosmos: Tanda Keagungan Allah refleksi menurut Louis Bouyer",( Yogyakarta:Kanisius, 2002).
Timpal L. Tobing, "Krisis Ekologi: Tantangan, Keprihatinan, dan Harapan",(Yogyakarta:GKMI Cabang Yogyakarta, 1996).

Senin, 25 Mei 2020

Diakonia dan Masyarakat

Sumber gambar: diambil dari buku "the hermetic museum" karya Arthur Edward Waite, hal.264
  Masyarakat atau kehidupan bersama bukan hanya individu akan tetapi keseluruhan antar manusia definisi dari sosiologi mengenai kehidupan bersama "masyarakat adalah keseluruhan dari beraneka hubungan individu dan kelompok antara manusia", bentuk dari hubungan stakeholder baik lembaga, pendidikan, sosial, politik dan setiap lini didalamnya.

1. Diakonia Gereja
  Lembaga-lembaga juga berpartisipasi dalam menjalankan program Diakonia dalam berbentuk membangun kehidupan manusia yang bermacam-macam di semua bidang. LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan Yayasan sosial misalnya adalah salah satu lembaga yang menyelenggarakan praktik Diakonia kepada masyarakat luas tanpa batasan-batasan agama, suku, ras dan golongan. Walau praktik Diakonia dilakukan dengan motif religius sebagai panggilan iman untuk mewujudkan dunia yang aman, damai dan bebas dari penderitaan, kejahatan, serta kelaparan. Motif Diakonia adalah menghadirkan kerajaan Allah di dunia sebagai pelayanan konkrit dari Gereja.
   Berdasarkan karakteristik Diakonia dibagi menjadi Diakonia karitatif, reformatif, dan transformative:

a. Diakonia Karitatif
  Bentuk Diakonia ini adalah Diakonia model tradisional dan tetap, dan masih digunakan Gereja-gereja sampai sekarang. Tindakan-tindakan karitatif (amal), teks Matius 25:31-46.
"Sebab ketika Aku lapar, kamu memberii Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberii Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberii Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberii Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberii Engkau makan, atau haus dan kami memberii Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberii Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberii Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:35-40)
  Ddiakonia karitatif sering digunakan Gereja Karena mudah dan langsung bisa dirasakan, tanpa melakukan analisis sosial-politik. Bantuan yang diberikan lebih cocok untuk korban bencana alam yang hanya bersifat memberi bantuan logistik, akan tetapi model seperti ini akan menciptakan ketergantungan subjek kepada objek, sehingga hanya bersifat sementara dan tidak menjawab persoalan tentang menanggulangi masalah yang dialami secara jangka panjang dan tidak menjawab permasalahan.

b. Diakonia reformatif
  Diakonia reformatif atau pembangunan lebih mengedepankan aspek pembangunan pendekatan yang dilakukan adalah community development seperti pembangunan pusat kesehatan, penyuluhan, bimas, dan usaha bersama simpan pinjam. Program ini muncul pada sidang raya gereja-gereja se-dunia IV di usppsala swedia, 1968. Supaya Gereja-gereja berpartisipasi dalam pembangunan.
    Model Diakonia reformatif lebih bersifat membangun kebutuhan dalam infrastuktur dan juga kebutuhan yang diperlukan melalui analisis sosial-kultur akan tetapi hal ini menciptakan heirarki didalam masyarakat. Intinya adalah jika tidak ada lagi lahan untuk digarap dan persaingan akan semakin ketat dalam kelestarian pembangunan dan IPTEK. Sehingga tidak menjawab kebutuhan secara holistik. Praktek yang sering digunakan adalah pembinaan dan pelatihan kerja, pembangunan sekolahan, membantu permodalan (bank union) koprasi simpan pinjam dan insfratruktur kesehatan.

c. Diakonia transformatif
Model transformatif atau pembebasan muncul di Amerika latin untuk mengatasi kemiskinan. Bentuk dari Diakonia ini adalah gerakan yang terbuka bagi pembaharuan dan menjalankan visi kerajaan Allah, bukan berfokus pada pembangunan Gereja secara fisik akan tetapi mengusahakan untuk menghadirkan kerajaan Allah di Dunia. Dalam bentuk pembebasan dari penindasan dan ketidak adilan. Dalam prespektif ini Diakonia dimengerti sebagai tindakan Gereja melayani umat manusia secara multi dimensional dan multi sektoral, bukan hanya tindakan-tindakan amal yang dilakukan Gereja, melainkan tindakan transformatif yang membawa manusia kembali dengan sistem dan struktur kehidupannya, yang menandakan adanya kedamaian. Bukan hanya memberi bantuan dalam bentuk kebutuhan yang mereka butuhkan akan tetapi memberikan hak kepada mereka untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan (kontekstual).
Dalam diakonia tranformatif bukan hanya sekedar memberiikan penetrasi dan pendampingan akantetapi mengubah mindset dari dasar sehingga terjadi perubahan pola piker yang mentransformasi atau merubah dalam bentuk polapikir dan tindakan.

2. Posisi Gereja
  sebagai panggilannya Gereja sebagai pembawa damai bagai dunia sesuai dengan fungsinya sebagai terang dan garam (Matius 5:13-16) sehingga gereja harus memancarkan kasih dan memberiikan rasa damai bagi sekitarnya, sehingga Gereja membawa damai sukacita serta sehingga kehadiran Gereja menciptakan masyarakat damai sejahtera. Gereja dituntut untuk teguh menjalankan tugasnya dengan senantiasa.
   Gereja pada dasarnya juga merupakan sebuah organisasi yang didalamnya merupakan persekutuan orang-orang percaya, organisme yang hidup dan saling berinteraksi. Fungsi gereja di tengah-tengah masyarakat untuk mewujudkan tri tugas Gereja (Marturia, Koinonia dan Diakonia), dalam organisasi Gereja juga memiliki sistem pemerintahan dalam sistem pemerintahan sehingga setiap denominasi Gereja memiliki otonomi sendiri sehingga segala keputusan mengikat seluruh anggotanya, bersinergi dalam menjalankan Tri tugas Gereja.

3. Mewujudkan kesejahteraan bersama
  Gereja hadir membawa damai dan mewujudkan perdamaian dengan menitik beratkan pada persoalan-persoalan penegakan dan perlindungan HAM, anti kekerasan, lingkungan hidup dan isu-isu lainnya. Menurut Novembri Choeldahono yang dikutip dari Bambang Subandrio:

"Gereja bersama-sama dengan lembaga lainnya, entah agama atau masyarakat, dapat membangun pusat-pusat studi untuk membahas secara bersama-sama membahas masalah-masalah seperti HAM, lingkungan hidup, anti nuklir, pertanian organik, pendidikan alternatif, keadilan gender."

   Gereja sebagai bagian dalam masyarakat yang bertugas untuk mewujudkan perdamaian disekitarnya, Gereja dituntut untuk bisa bekerjasama dengan instansi terkait untuk menjawab kebutuhan semua orang. Langkah Gereja haruslah teguh dan segera direalisasi sebagai upaya membawa Shaloom ke dunia.
   Berdasarkan pola diakonia yang telah dipaparkan pola dan kinerja peran diakonia didalam suatu lembaga dalam pelaksanaan diakonia, sehingga menjadi pijakan bagi suatu lembaga dalam berdiakonia.

Refrensi:

  Bambang Subandrio, Agama Dalam Praksis (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2003)
 https://alkitab.app/v/a57a52ba49e5 (aplikasi offline)
 Iskandar K. Saher, Gereja dan Transformasi Masyarakat, (Surakarta: Yayasan Arena Atma, 1999)
     Tim Penyusun Pokok-Pokok Ajaran GITJ, Pokok-Pokok Ajaran Gereja Injil Di Tanah Jawa GITJ,(Pati,2007)

Minggu, 24 Mei 2020

Tanggung Jawab Bersama Dalam Keutuhan Ciptaan

Sumber gambar: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3028758610545326&id=100002336501450
  Hubungan harmonis antara Allah, manusia dan semua ciptaan terjalin sebagai suatu kesatuan pemeliharaan Allah sebuah karya pencipta Kejadian 1 dan 2 serta pemeliharaan Allah. Sebagai pencipta khalik dan bumi, di representasikan dalam pengakuan iman Rasuli yang pertama: "Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi."
 Penciptaan segambar dan serupa merupakan sebuah representasi dari Allah sebagai mitra dalam merawat ciptaan. TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Kejadian 2:15 (TB). Sebuah teologi dalam pengingat sebagai ciptaan yang terbaik dari semua ciptaan bahkan menjadi ciptaan imago dei yang serupa dan segambar dengan penciptaNya, dan mendapatkan mandat kultur sebagai misio dei umat Allah dipanggil untuk menjadi berkat bagi dunia. Menurut Theodorus Kobong Gereja berfungsi seperti yang dikutip bambang subandrio sebagai berikut: 

"Saluran berkat bagi dunia untuk memproklamasikan dan mendemonstrasikan kehidupan dalam kekudusan dan kebenaran. Gereja diutus ke dalam dunia, berada dalam dunia untuk dunia, yang berorientasi pada "suteriologi-kosmologis". Artinya Allah hadir untuk menyelamatkan seluruh ciptaan (kosmos) secara holistik. Karena berkat bagi semua orang tidak bisa dilepaskan dari keutuhan ciptaan itu sendiri."

Keutuhan ciptaan merupakan mandat kultural dan tugas Gereja adalah untuk menjadi garam dan terang dunia. Sebagai perwujudan warta Allah di dunia, maka sebagai ciptaan yang bertanggung jawab untuk merawat dan tidak mengeksploitasi ciptaan untuk memuaskan kebutuhan dan tidak berfikir jangka panjang dari tindakan yang dilakukan.

Refrensi:
  Bambang Subandrio, "Agama Dalam Praksis" (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2003)
  
  Liek Wilardjo, "menerawang di kala senggang: kumpulan tulisan Liek Wilardjo" (Salatiga:FT elektronik dan program Pascasarjana studi pembangunan UKSW, 2009).

Kamis, 21 Mei 2020

Parachurch

Sumber gambar: https://www.pngdownload.id/png-oeu8cv/


   Sering kita bertanya lembaga yang bergerak lintas donominasi dan berbasis iman Kristen, serta terlibat dalam kesejah teraan sosial masyarakat berkala ataupun insidental?

   Parachurch adalah istilah yang di gunakan untuk organisasi yang menjawab pertanyaan diatas lantas apa itu parachurch dan kegunaannya?

   Parachurch merupakan organisasi Kristen yang bekerja dilintas dominasi untuk terlibat dalam Kesejahteraan sosial. Parachurch sendiri bekerja lintas denominasi, nasional, dan batas-batas internasional dalam menyediakan banyak pelayanan dan pelatihan terspesialisasi yang sangat dibutuhkan. Fokus Parachurch sendiri pada bidang informatika, pendidikan, sosial (penampungan tunawisma, panti asuhan, tanggap bencana, dan perlindungan HAM) dan aktifis politik (politikus).

     Berkerja sama dengan instansi lain yang terkait menambah kemampuan organisasi, karena kerjasama dapat memaksimalkan kinerja dari lembaga di lapangan. Organisasi juga menyediakan kebutuhan dari strategi manajemen bencana memerlukan sumberdaya modal, lembaga dan manusia, serta keuangan dan fisik. Manurut Barney "Kemampuan organisasi sendiri diidentifikasi sebagai salah satu sumber utama bagi pembangkit dan pengembangan keuntungan-keuntungan yang kompetitif”. Kemampuan dari organisasi adalah sekumpulan pengetahuan dari sumber daya yang disalurkan dan terus ditingkatkan secara berlipat ganda. Menurut Lazonik "organisasi melambangkan kekuatan revisi tenaga kerja yang khusus, terencana, dan terkoordinasi untuk mencapai tujuan.”

   Lembaga Gereja juga membutuhkan legitimasi hal ini diperlukan untuk pengakuan dari luar dalam rangka membangun jejaring. Menurut Hall dan O'toole yang dikutip kusuma wati sebagai berikut :

"Teori jejaring (Networking Theory) gambaran bahwa hubungan ini merupakan pengaturan antar organisasi yang sederhana atau kombinasi organisasi, kelompok, dan individu dari berbagai sektor yang komplek."


    Jejaring berkembang secara bertahap untuk mengelola sumber daya bersama atau berkembang secara tiba-tiba untuk menangani masalah yang ada. Jejaring dapat mengatur perbedaan secara fleksibel, efisien, dan inovatif yang memungkinkan para pemimpin mencapai sesuatu secara kelompok yang tidak mungkin diwujudkan secara individual. Oleh karena itu jejaring diperuntukkan untuk mengatur atau mengordinasi setiap lini dalam setiap tugas dan fungsi supaya tidak terjadi tumpang tindih dalam lapangan.

      Gereja sebagai lembaga Parachurch yang bergerak mewujudkan praksis didalam masyarakat dan menjadi terang dan garam bagi dunia serta mebawa Shaloom,  sebagai fisi kedepan Greja yang hidup, Gereja yang mengulurkan tangan untuk sesama.


Refrensi:

 Bevaola Kusumawati, "Manajemen Bencana dan Kababilitas Pemerintah Lokal" (Yogyakarta:Media, 2014).

      Dr. A. Noor de Graff, "Orientasi Diakonia Gereja: Teologi dalam Perpektif Reformasi" (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004).

Selasa, 19 Mei 2020

Landasan Teologis Diakonia Ekologi

Sumber gambar: buku "the hermetic museum" (AEdward Waite, global grey 2009) hal.265

        Sering berfikirkita pelayanan Diakonia hanyalah berkutat tentang pelayanan mimbar Greja dan pelayanan sepekan atau persemester, tetapi sering dilupakan bahwa pelayanan kita bukan hanya terbatas pada pelayanan Grejawi dan pelayanan sosial. Pelayanan Diakonia seharusnya merengkuh bukanhanya dalam pelayanan Grejawi dan sosial, pelayanan Diakonia semestinya Samapi menyentuh ranah keutuhan ciptaan sebagai satu kesatuan ekologi.

  Padamulanya karya penciptaan merupakan gambaran pelayanan diakonia, dalam Kejadian 1:1-31 pada mulanya Allah menciptakan "bereshit bara elohim" dan kata kerja "MWY" Kejadian 2:3 dan 4. Allah bekerja selama enam hari dan hari yang ke tuju Allah berhenti bekerja dan menguduskan hari itu, hingga perintah kepada manusia untuk berkuasa, mengelola, dan mengusahakan. Mandat Illahi untuk merawat semua ciptaan dan memberikan nama kepada seluruh ciptaan, hingga karya Yesus Kristus yang mengajarkan sebuah perintah untuk mempersatukan sesama, karena kedatangan Yesus Kristus bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani (Markus 10:46). Melayani dalam pernyataan Yesus yang ditulis oleh Markus disini dalam bahasa Yunani ditulis dengan kata diakonein, pernyataan tersebut menyatakan bahwa Yesus Kristus datang bukan untuk menjadi penguasa sehingga mengutus para murid untuk menjadi utusan, sehingga para murid memperdebatkan siapakah yang terbesar sehingga menjadi pendamping Kristus dikiriNya (Matius 18:1-5, Markus 9:33-37, Lukas 9:46-48), karena kehadiran Kristus untuk berkorban dan menjadi pelayan sehingga diakonein disini menggambarkan bahwa mengikut Kristus hendaklah menjadi pelayan atau diaken.


  Diakonia bergerak secara dinamis sehingga tidak bisa disamakan dengan konteks pada waktu zaman Israel kuno dalam PL konsep pembebasan Israel ataupun konteks PB dalam konteks Eropa masa penjajahan Romawi, Diakonia berkembang dari masa ke masa menemukan konteks yang tepat dan relevan sesuai dengan isu-isu yang berkembang. Memperhatikan alasan-alasan dan faktor-faktor bukan teologis untuk menentukan jawaban atas kebutuhan-kebutuhan manusia, kemudian membicarakan segi-segi Alkitabiah yang berkaitan dengan diakonia. Konteks Alkitab tidak menyediakan pola dasar bagi pengorganisasian diakonia masakini, namun bisa menarik dari kebutuhan manusia pada saat ini. Alkitab menjadi sebuah rujukan teologis dari setiap pergumulan, karena Alkitab berisi permasalahan-permasalahan orang-orang yang dekat dengan Allah dalam pergumulan sosial didalam masyarakat.

Refrensi :
J. Van Klinken, Diakonia: Mutualisme Helping with Justice and compassion. (Kampen:Grand,1989).

istilah Diakonia Dalam Alkitab


Bagi orang Yunani non Kristen kata diaken digunakan untuk pejabat yang bertindak atas nama pemerintah, dengan wibawahnya seperti duta besar atau utusan pembawa berita. Dalam mitologi Yunani Hermes disebut sebagai diaken, diakonos, sebagai membawa pesan kepada Dewa. Sedangkan dalam kitab perjanjian baru mencatat Paulus adalah diakonos Allah, karena ia menjadi juru bicara untuk orang-orang non-Yahudi, Paulus menjadi wakil diplomasi antara orang Yahudi dan non-Yahudi, yang mempersatukan mereka melalui sumbangan untuk jemaat Yerusalem dan bersama itu mendesak orang-orang eks-Yahudi untuk menerima prinsip pemisahannya dari lembaga-lembaga Yudaisme. Beberapa kata yang artinya mirip dengan sebutan diakonia dalam Alkitab menurut Noor De Graff terdapat lima kata yang sama artinya dengan kata Diakonia:

  1. Deuleuein
    Hamba yang tahluk pada tuannya "terbelenggu" lebih tepat seperti budak yang secara harafiah ketundukan karena suatu penebusan yang bersifat mengikat, makna sesungguhnya yang lebih religius dari kata budak diperhalus dalam semantik kata hamba Allah yang merujuk pada ketundukan kepada Allah sebagai Tuan dan menyerahkan diri dalam menjalankan setiap perintah-Nya.
  2. Latreuein
    Seorang pekerja upahan berasal dari kata latreia yang berarti pelayanan yang diupah. Dalam Alkitab kata latreia lebih mengarah pada logika lateria yang berarti "ibadah yang sejati". Melayani Tuhan dengan tubuh yaitu ibadah yang dilakukan dengan kesadaran diri sebagai wujud pelayanan antara Kristus dan manusia serta manusia dengan sesamanya sebagai wujud ibadah yang sesungguhnya seperti halnya yang dilakukan oleh Kristus.
  3. Leitourgein
    Sukarelawan demi kepentingan umum (rakyat), dari semantik kata "liturgi" yang berarti sebuah tatanan ibadah dalam pertemuan jemaat. Leitourgein lebih mengarah kepada pekerjaan imam besar Yesus Kristus, serta dipakai dalam pemberian bantuan kepada jemaat miskin di Yerusalem.
  4. Therapeuein
    Bekerja sebaik-baiknya demi keuntungan ciptaan, therapeuein sendiri lebih tepat sama artinya dengan terapi atau penyembuhan, sehingga lebih mengarah pada seperti seorang gembala yang merawat kawanan domba.
  5. Huperetein
    Bekerja dengan instruksi atasannya, lebih tepatnya seperti Helper yang menunggu instruksi dari seseorang dalam bekerja, seperti halnya pembantu imam pada rumah ibadah.

Refrensi :
  1. W.R.F. Browning, "Kamus Alkitab", (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015).
  2. Dr. A. Noor De Graff, "Orientasi Diakonia Gereja: Teologi dalam Perpektif Reformasi." (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004).


RAS, ETNIS, DAN GENDER

(Kejadian 1-2; Keluaran 22:21; Lukas 10:25-36; Roma 10:12;)  Pendidikan Agama Kristen dan Budipekerti Kelas XII  Tujuan Pembelajaran  Mengan...